Wednesday 20 August 2014



NASKAH/MANUSCRIPT SEBAGAI SUMBER ISLAM LOKAL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: Drs. H. Zumrodi


 







Disusun Oleh:
1.     Adib                              1310110142
2.     Koridatul Jannah                  1310110143
3.     Lusi Nur Nafi’ah          1310110144
4.     Dimas Abdul Rauf       1310110145
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
OKTOBER 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Dalam konteks kajian tentang Islam Indonesia, berbagai informasi dan sumber otentik yang dihasilkan dalam konteks Islam lokal menjadi penting. Dengan lebih memberikan apresiasi terhadap berbagai sumber lokal, maka keragaman Islam Indonesia akan diapresiasi sebagai produk dari sebuah proses akulturasi budaya lokal dengan nilai-nilai normatif agama Islam yang bisa memberikan berbagai informasi sejarah pada masa tertentu.
Naskah merupakan salah satu warisan budaya bangsa di antara berbagai artefak lainnya yang kandungan isinya mencerminkan berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta perilaku masyarakat masa lalu.
Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Naskah/manuscript sebagai Sumber Islam Lokal” secara jelas guna mempermudah dalam pemahaman materi ini.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan naskah sebagai sumber islam lokal?
2.      Apa manfaat dari naskah sebagai sumber islam lokal?
3.      Bagaimana cara memelihara naskah sebagai sumber islam lokal?

C.  TUJUAN
1.        Mengetahui tentang naskah sebagai sumber islam lokal
2.        Mengetahui manfaat dari naskah sebagai sumber islam lokal
3.        Mengetahui cara memelihara naskah sebagai sumber islam lokal






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Naskah / Manuscript sebagai Sumber Islam Lokal
Pada tanggal 2 Agustus 2009 oleh Wahyu Awaludin mendefinisikan bahwa Naskah adalah tulisan peninggalan masyarakat dahulu kala yang berupa bahan-bahan tulisan yang di dalamnya mengandung hal-hal mengenai sejarah, bahasa, sastra, dan falsafah milik bangsa yang melahirkannya (Tradisi Tulis Nusantara, 1997: 143). Para ulama dan ilmuwan meyakini bahwa umat Islam Indonesia memiliki warisan kekayaan intelektual dari para pendahulunya yang membanggakan. Hal ini terbukti dengan banyaknya ulama asal Indonesia yang diakui oleh dunia internasional, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Yasin al-Fadani, dan Syekh Yusuf al-Makassari. Jejak pemikiran para ulama tersebut masih dapat dilihat dari banyaknya karya yang ditemukan yang hingga kini masih dipelajari oleh para ilmuwan dan ulama Indonesia.
Dalam konteks naskah ini, para ilmuwan di wilayah Indonesia membentuk dua kelompok bahasa naskah: pertama naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Arab, dan yang kedua naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa daerah.
Ada beberapa negara yang diasumsikan memiliki koleksi naskah karena pernah mempunyai hubungan sejarah penting dengan Indonesia, seperti Cina, Portugal, India, dan Jepang. Dalam sebuah sumber misalnya, disebutkan bahwa seorang pengembara Cina, I-Tsing pada tahun 695 M pernah membawa tidak kurang dari 4000 salinan naskah yang diperolehnya ketika selama 4 tahun tinggal di Palembang, Sumatra Selatan.




Contoh-contoh naskah kuno:
1.    Naskah Riwayat Kota Pariaman (aksara Latin, bahasa Melayu, bahan kertas), naskah ini ditulis di kota Pariaman oleh Baginda Said Zakaria. Naskah ini terdiri atas sepuluh bab, berisi tentang keadilan Kota Pariaman, mata pencarian penduduk, upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara mendirikan rumah.
2.    Kronik Maluku (aksara Arab, bahasa Melayu, bahan kertas), berbentuk prosa diawali dengan cerita keajaiban raja-raja Turki, China, Belanda, dan negeri-negeri lain, baru kemudian berisi kronik kepulauan Maluku.
3.    Babad Lombok (aksara Jawa, bahasa Jawa, bahan kertas), naskah ini berbentuk macapat dan berisi sejarah Lombok yang dimulai dengan cerita nabi-nabi, sampai kekalahan Lombok oleh kerajaan Karangasem.
4.    Hikayat Aceh (aksara Arab, bahasa Arab dan Aceh, bahan kertas), naskah ini berbentuk prosa, berisi antara lain syair-syair pujian dan do’a yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw.
5.    Sureq Baweng atau Surat Nuri (aksara Bugis, bahasa Bugis, bahan lontar), naskah ini berbentuk prosa, berisi perjalanan Sawerigading sewaktu mencari calon istri yang baik, dilengkapi cerita burung nuri yang mengandung nasihat, tata cara meminang seorang perempuan.
6.    Naskah Carita Parahyangan (aksara Sunda Kuno, bahasa Sunda Kuno, bahan lontar), prosa terdiri atas 45 lempir dan tiap lempir terdiri atas empat baris tulisan. Cerita dimulai dari kisah Sang Resi Guru turun-temurun sampai raja-raja di Jawa Barat.
7.    Naskah Japar Sidik (aksara Arab, bahasa Sunda, bahan kertas) berbentuk prosa. Isinya kata-kata mutiara berdasarkan ajaran agama Islam dan pikiran orang Sunda, seperti manfaat bermusyawarah, hari yang baik untuk berburu dan bepergian, perdagangan, keturunan, dan sifat-sifat terpuji.
8.    Pustaha Laklak (aksara Batak, bahasa Batak, bahan kulit kayu) berbentuk prosa, terdiri atas 38 halaman. Berisi kisah Tuan Saribu Raja yang mempunyai banyak anak dan cucu. Diuraikan juga cara membuat benteng kekuatan diri, ramalan baik dan buruk, dan sesajen yang perlu dibuat setiap hari.
9.    Sajarah Banten (aksara Arab, bahasa Jawa, bahan kertas) berbentuk lagu macapat. Isinya tentang silsilah Nabi Muhammad serta keturunannya. Dan Riwayat Sunan Gunung Jati yang menurunkan sultan-sultan Banten juga diceritakan.
















 











2.2    Manfaat Dari Naskah/Manuscript Sebagai Sumber Islam Lokal
1.      Dalam dunia pengobatan sekarang masih banyak menggunakan saran atau isi dari naskah kuno yang bisa dibuktikan khasiatnya.
2.      Dalam dunia pendidikan untuk belajar budaya masa lampau sebagai sumber ilmu pengetahuan masa lampau untuk penelitian para ilmuan.
3.      Dunia kecantikan banyak ramuan dari bahan alami untuk pembuatan alat kecantikan yang dahulunya telah tertulis dalam naskah kuno.
4.      Sebagai sumber budaya local dan lambang suatu bangsa atau daerah.
5.      Bisa membandingkan naskah yang ada pada jaman dahulu dengan jaman sekarang.

2.3    Cara Memelihara Naskah sebagai Sumber Islam Lokal
1.      Mendokumentasikan naskah-naskah dalam bentuk katalog.
2.      Membuat salinan naskah kuno menjadi mikrofilm dan mikrofis.
3.      Mengadakan berbagai bentuk publikasi seperti seminar, dan pameran.
4.    Mendukung apresiasi terhadap naskah kuno keagamaan dalam rangka melestarikan kebudayaan nasional.
5.    Mengungkap kebudayaan lama yang mengandung nilai-nilai luhur dalam rangka merajut ulang kebudayaan nasional.
6.    Menggali tradisi dan model lama yang dijunjung tinggi dan dipatuhi masyarakat serta mengungkap nilai-nilai naskah kuno yang relevan.    






BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Naskah merupakan tulisan peninggalan masyarakat dahulu kala yang berupa bahan-bahan tulisan yang di dalamnya mengandung hal-hal mengenai sejarah, bahasa, sastra, dan falsafah milik bangsa yang melahirkannya.
Naskah/manuscript sebagai sumber islam lokal harus dirawat, dijaga dan dilestarikan agar tidak punah dan tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

3.2 SARAN
1.      Masyarakat terutama mahasiswa harus bisa mengapresiasikan naskah keagamaan dalam kehidupan sosial.
2.      Masyarakat terutama mahasiswa dapat menyimpan naskah keagamaan yang masih ada dan tidak menyalin ulang tanpa ada izin yang sah.
3.      Masyarakat terutama mahasiswa dapat membedakan perilaku yang pantas ditiru dari ajaran naskah kuno.








DAFTAR PUSTAKA

nyanyianbahasa.wordpress.com
monica-tobing.blogspot.com/materipelajaranips