Monday 19 May 2014

metode penelitian Hadits

MAKALAH
METODE PENELITIAN HADITS

Mata Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : HJ Istianah M.A




Di Susun Oleh: 
Khoerul Anas 1310110055

________________________________________
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2013 / 2014


BAB I
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Hadis ( hadis ) nabi merupakan sumber ajaran islam, disamping alquran. Dilihat dari periwayatannya hadis nabi. Untuk alquran semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadis nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Karenanya, alquran dilihat dari periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qot’i al-wurud, dan sebagian lagi, bahkan yang terbanyak berkedudukan zanni al-wurud. Dengan demikian dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat alquran tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya, sedang hadis nabi,dalam hal ini yang berkategori ahad, diperluakan penelitian. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan periwayatannya berasal dari nabi ataukah tidak.
Selanjutnya adakalanya setelah hadis diteliti sanad dan mtannya serta diketahui bahwa hadis yang bersangkutan berstatus maqbul(dapat diterima sebagai dalil) ternyata hadis itu tanpak bertentagan, dengan hadis lain yang berstatus maqbul juga atau bertentagan dengan dalil lainnya yang sah. Yang diteliti bukanlah status maqbulnya (tidak maqbul biasa disebut dengan istilah mardud, yakni ditolak sebagai dalil)melainkan apakah hadis yang diteliti dapat diamalkan (ma’mul bih) ataukah tidak dapat diamalkan (ghoirul ma’mul bih).
Untuk kepentigan penelitian hadis, ulama ahli kritik telah menyusun berbagai kaidah dan cabang pengetahuan hadis (himpunan cabang pengetahuan tentang hadis itu biasa disebut dengan istilah ‘ulumul hadis, sebagai jamak dari kata ‘ilmu hadis) dengan berbagai kaidah dan cabang pengetahuan hadis itu, disusunlah metodologi penelitian hadis. Tulisan ini bermaksut untuk menjelaskan beberapa hal penting berkenaan dengan metodologi penelitian hadis tersebut.

2. Kemungknan hasil penelitian
a) Dilihat dari jumlah periwayat hadits
Hadits yang diteliti mungkin memiliki sanad yang banyak dan mungkin tidak memiliki sanad yang banyak. Yang memiliki sanad yang banyak mungkin melibatkan periwayat yang banyak dan mungkin tidak melibatkan Periwayat yang banyak. Yang melibatkan periwayat yang banyakmungkin termasuk hadits mutawatir dan munkin tidak termasuk hadits mutawatir.apabila hadits yang diteliti ternyata bersetatus mutawatir, maka telah berahirlah kegiatan penelitian terhadap hadits yang bersangkutan. Status kemutawatiran suatu hadits telah memberikan keyakinan yang pasti bahwa hadits tersebut benar-benar memang berasal dari nabi Muhammad. Apabila hadits yang diteliti ternyata tidak bersetatus mutawatir, tapi bersetatus ahad, maka kegiatan penelitian masih belum berahir. kegiatan penelitian yang ahad baru dinyatakan berahir bila sanad dan matan hadits yang bersangkutan telah diteliti dan diketahui kualitasnya.
b) Dilihat dari kualitas sanad dan matan hadit
Hasil penelitian hadits dilihat dari keadaan sanad dan matannya tidak terlepas dari 4 kemungkinan, yakni mungkin hadits yang bersangkutan berkualitas sahih, atau mungkin berkualitas hasan, atau mungkin berkualitas dla’if, atau mungkin juga hadits yang diteliti itu ternyata hadits palsu atau maudlu’. Dengan diketahui kualitas hadits yang bersangkutan, maka selesailah penelitian hadits dilihat dari keadaan sanad dan matannya.

3. Tujuan penelitian Hadits
Tujuan penelitian hadits baik dari segi sanad maupun matan adalah untuk mentapi kualitas hadits yang diteliti. Kualitas hadits sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadits yang bersangkutan. Hadits yang kualitasnnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah.

4. Rumusan masalah
Dari bacaan pendahulua, kami merumuskan masalah sebagai berikut ;
1) Bagaimana metode penelitian Hadits?
2) Apa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian Hadits?
3) Apa manfaat dari meneliti Hadits?





BAB II
B. PEMBAHASAN
Dalam metode penelitian hadits, Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan  tahkhrijul hadits. Untuk mengetahui kitab kamus hadits yang besar manfaatnya bagi kegiatan tahkhrijul hadits dan sekaligus memahami cara penggunaan dari kamus itu perlu dibaca. Berikut ini beberapa kitab dan buku, misalnya:
1. Usul at- tahkhrij wa Dirasat al-Asanid. Susunan dari Dr. Mahmud at-Tahhan.
2. Cara praktis mencari hadits. Susunan dari Dr. M. Syuhudi Ismail.
Dalam buku cara praktis mencari hadits dikemukakan bahwa metode tahkhrij ada 2 macam, yaitu ;
1. Tahkhrijul hadits bi-lafz
Ada kalanya hadits yang akan diteliti hanya diketahui sebagian matannya. Bila demikian, maka tahkhrij melalui penelusuran lafal matan lebih mudah dilakukan. Kitab-kitab yang diperlukan antara lain, kitab kamus hadits susunan Dr. A. J. wensinck DKK yang diterjemahkan kedalam bahasa arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dengan judul Al_Mu’jam Al-Mifahras Li Alfaz Al_Hadits An nabawi.
Kitab-kitab hadits yang menjadi rujukan kamus hadits tersebut ada 9 kitab, yakni ; sahih bukhari, sahih muslim, sunan Abi dawud, sunan Atturmidzi, sunan Annasa’I, sunan Ibni majah, sunan Addarimi, Muatta’ Malik, dan musnad Ahmad bin Hammbal.
Kemungkinan hasilnya yaitu; setelah kegiatan tahkhrij dilakukan, mungkin belum semua riwayat dicakup. Untuk itu, hadits yang telah di tahkhrij tadi, lafalnya yang lain perlu dicoba dipakai untuk men tahkhrij lagi. Dengan demkian, akan dapat diketahui semua riwayat berkenaan dengan hadits yang telah ditelusuri tadi.ada kalanya, semua lafal dalam matan hadits telah dipakai sebagai acuan untuk melakukan tahkhrij hadits, tetapi hasilnya belum lengkap juga, maka dalam hal ini masih perlu dipakai kitab hadits lainnya yang mngkin dapat melengkapinya.
2. Tahkhrijul hadits bil-maudu’
Hadits yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matan hadits tetapi berdasarkan topic masalahnya. Kitab-kitab yang diperlukan yaitu; kitab kamus yang disusun berdasarkan topic masalah yang relative agak lengkap, ialah kitab susunan Dr. A. J. wensin yang berjudul Miftah Kunuz Assunah.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut ada 14 kitab. Yakni 9 kitab yang menjadi rujukan al Mu’jam sebagaimana yang telah dikemukakan diatas ditambah dengan musnad Zaid bin Ali, musnad Abi Daud At Tayalisi, Tabaqat Ibn Sa’ad, Sirah Ibn Hisyam, dan Magasi Al Waqidi.
Kemungkina hasilnya, yaitu; data yang dimuat dalam kitab miftah tersebut memang sering tidak lengkap, begitu juga topic yang dikemukakan. Walaupun begitu, kitab kamus tersebut cukup membantu untuk melakukan kegiatan tahkhrij hadits berdasarkan topic masalah. Untuk melengkapi data yang dikemukakan oleh kitab tersebut dapat dipakai sejumlah kitab himpunan hadits yang disusun berdasarkan topic masalah. Misalnya, Muntakhab Kanzil Ummal susunan Ali Bin Hisyam Addin Al Mutqi yang kitab rujukannya lebih dari 20 macam kitab.

Langkah-langkah penelitian SANAD HADITS
A. Melakukan Al I’tibar
Setelah dilakukan kegiatan tahrij, sebagai langkah awal penelitian untuk hadits yang diteliti, maka seluruh sanad hadits dicatat dan di himpun untuk kemudian dilakukan kegiatan Al I’tibar.
1. Arti dan kegunnaan Al I’tibar
Kata Al I’tibar الاعتبار merupakan masdar dari kata اعتبر menurut bahasa, arti dari Al I’tibar adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis. Menurut istilah ilmu hadits, Al I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits itu yang bagian sanad nya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadits yang dimaksud.
Dengan dilakukanyya Al I’tibar maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti, demikian juga dengan nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan Al I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tridak adanya pendukung berupa periwayat yang bersetatus mutabi’/syahid.

2. Pembuatan skema sanad
Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan Al I’tibar, diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadits yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema ada 3 hal yang penting yang perlu mendapat perhatian, yakni ;
1) Jalur seluruh sanad ;
2) Nama-nama periwayat untuk seluruh sanad ;
3) Metode periwayatan yang digunakan oleh masing-msing periwayat.

3. Contoh ntuk sanad dari seorang mukharij
Hadit yang berbunyi من رائ منكم منكرا atau yang semakna dengannya, menurut hasil takhrij sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bab ke_4, sub-bab C.2.a. yang lalu, diriwayatkan oleh :
1) Muslim dalam shahih muslim, juz I, hal 69.
2) Abu Daud dalam sunan Abi Daud, Juz I, Hal 297.
3) Attirmidzi dalam sunan Adtirmidzi, Juz III, hal 317-318.
4) Annasa’I dalam sunan Annasa’I, Juz VIII, hal 111-112.
5) Ibnu Majah dalam sunan Ibnu Majah, Juz I, hal 406.
6) Ahmad Bin Hammbal dalam musnad Ahmad Juz III, hal 10,20,49,52-53,dan 92.

A. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya
1) Kaidah kesahihan sanad sebagai acuan
Untuk meneliti hadits, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah kaidah kesahihan hadits bila ternyata hadits yang diteliti bukanlah hadits mutawatir. Benih-benih kaidah kesahihan hadits telah muncul pada zaman nabi dan zaman para sahabat. Imam syafi’I imam bukhari, imam muslim, dan lain-lain telah memperjelas banih-benih kaidah itu dan menerapkan pada hadits yang mereka teliti dan mreka riwayatkan.
Salah seorang ulama hadits yang berhasil menyusun rumusan kaidah kesahihan hadits tersebut adalah Abu Amr Utsman Bin Abdilrahman Bin Assalah, yang biasa disebut sebagai Ibnu Assalah.
اما الحد يث الصحيح : فهو الحد يث المسندالذ ئ يتصل اسنا ده ينقل العد ل الظا بط الئ منتها ه ولايكو ن شا ذا ولا معللا
Adapun hadits sahih adalah hadit yang bersambng sanadnya (sampai kepada nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil yang dhabit sampai ahir sanad, (didalam hatis itu) tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) dan cacat (illat). Berangkat dari definisi itu dapat dikemukakan bahwa unsu-unsur kaidah kesahihan hadits adalah sebagai berikut :
a) Snad hadits yang bersangkutan harus bersambung dari Mukharijnya dsampai kepada nabi.
b) Seluruh periwayat dalam hadits itu harus bersifat Adil dan Dhabit.
c) Hadits itu, jadi sanad dan matannya harus terhindar dari kejanggalan dan cacat.
Rumusan dari Imam Annawawi yaitu sebagai berikut;
مااتصل سنده با لعدول الضابطين من غير شذ وذ ولا عله
Maksud dari rumusan diatas yaitu ; Hadits Sahih adalah Hadits yang bersambung sanadnya, (diriwayatkan oleh orang-orang yang) adil dan Dhabit, serta tidak terdapat (dalam hadits itu) kejanggalan (Suzus) dan cacat (Illat).
B. Segi-segi Periwayat yang diteliti
Ulama hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadin dabit, yang dikemukakakannya dapat diterima sebaagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan kedabitannya. Keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedang keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi. Untuk sifat adil dan sifat dabit, masing-masing memiliki kriteria tersendiri:
a. Kualitas pribadi periwayat dan,
b. Kapasitas intelektual periwayat

C. Sekitar AL-JARH WAT-TA’DIL 
AL-JAR WAT-TA’DIL. Para periwayat hadis muali dari generasi sahabat Nabi sampai generasi mukharrijul-hadis (periwayat dan sekaligus penghimpun hadis) telah tidak dapat dijumpai secara fisik karena mereka telah meninggal dunia. Untuk mengenali keadaan pribadi mereka, baik kelebihan maupun kekurangan mereka di bidang periwayat hadis,diperlukan informasi dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama ahli kritik rijal (para periwayat) hadis.
Menurut bahasa, al-jarhmerupakan masdar dari kata jaraha –yajrahu, yang berarti “melukai”. Keadaan luka dalam hal ini dapat berkaitan dengan fisik, misalnya luka terkena senjata tajam, ataupun berkaitan dengan nonfisik, misalnya luka hati karena kata-kata kasar yang dilontarkan oleh seseorang. Apabila kata jaraha dipakai oleh hakim pengadilan yang ditunjukan kepada masalah kesaksian, maka kata tersebut mempunyai arti “menggugurkan keabsahan saksi”. Sadangakan kata al_ta’dil, asal katanya adalah masdar dari kata kerja ‘addala, artinya mengemukakan sifat –sifat adil yang dimiliki oleh seseorang. Menurut istilah ilmu hadis, kata at-ta’dil merupakan arti: mengungakap sikap-sikap bersih yang ada pada diri periwayat, sehingga dengan demikian tanpak jelas keadilan pribadi periwayat itu dan karenanya riwayat yang disampaikan diterima.

D. Persambungan  SANAD yang diteliti
a) LAMBANG-LAMBANG METODE PERIWAYAT.
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa sanad hadis selain memuat nama-nama periwayat, juga memuat lambang-lambang atau lafat-lafat yang memberi petunjuk tentang metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Dari lambang-lambang itu dapat diteliti tingkat akurasi metode periwayatan yang digunakan oleh periwayat yang termuat namanya dalam sanad.
Lambang-lambang atau kata-kata yang tidak disepakati penggunaannya , misalnya sami’tu, haddasana, akhbaraalna, dan qa lana. Untuk kata sami’tu, sebagian para ulama menggunakannya untuk al-qira’ah. Kata-kata hadasana, akhbarana,dan qala lana, oleh sebagian periwayat digunakan untuk lambang metode as-sama’, oleh sebagian periwayat digunakan untuk lambang metode al-qira’ah dan oleh sebagian periwayat lagi digunakannya untuk lambang metode al-ijazah.
b) HUBUNGAN PERIWAYAT DENGAN METODE PERIWAYATAN
secara mudah, keadaan periwayat dapat dibagi kepada yang siqoh dan yang tidak siqah. Dalam menyampaikan riwayat, periwayat yang siqah memiliki tingkat  akurasi yang tinggi dan karenanya dapat dipercaya riwayatannya. Bagi riwayat yang tiadak siqah, perlu terlebih dahulu diteliti letak ketidak siqat-annya, yakni apakah berkaitan dengan kualitas pribadinya ataukah berkaitan dengan kapasitas intelektualnya.
Dalam hubungannya dengan persambungan sanad, kualitas periwayat sangat menentukan. Periwayat yang tidak siqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na, misalnya walaupun metode itu diakui ulam hadis memiliki akurasiyang tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak siqah, maka informasi yang dikemukakannya tetap tidak dapat dipercaya.

E. Meneliti SYUZUZ dan ‘ILLAT
Penelitian terhadap kedua hal tersebut memang termasuk lebih sulit bila dibandingkan dengan penelitian terhadap keadaan para periwayat dan persambungan sanad hadis secara umum.

a) MENELITI SYUZUZ
Ulama berbeda pendapat tentang pengertian syuzuz suatu hadis. Dari pendapat- pendapat yang berbeda itu ada tiga pendapat yang menonjol, yakni bahwa yang dimaksud dengan hadis syuzuz ialah:
hadis yang diriwayatkan orang yang siqah, tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang dikemukakanoleh banyak riwayat yang siqah juga. Pendapat ini dikemukakan oleh imam asy-syafi’i
hadis yang diriwayatkan oleh oarang yang siqah, tetapi oarang yang siqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu.pendapat ini dikemukakanoleh al-hakim an-Naisaburi
Hadis yang sanadnya hanya satu buah saja, baik riwayatnya bersifat siqah maupun tidak bersifat siqah. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu ya’la al-Khalili.
Dari ketiga pendapat itu, maka pendapat imam sa-syafi’i merupakan pendapat yang paling banyak di ikuti oleh para ulama ahli hadis sampai saat ini. Berdasarkan pendapat imam as-syafi’i tersebut, maka dapat di tegaskan bahwa kemungkinan suatu sanad mengandung syuzuz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadis yang hanya memiliki sebuah sanad saja, tidak dikenal adanya kemungkinan mengandung syuzuz.

b) MENELITI ILLAT.
Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa pengertian illat(cacat)dalam hal ini bukanlah ‘illat dalam arti umum,yakni cacat hadis yang oleh ulama dinyatakan mudah untuk diketahuinya, yang biasa disebut dengan ta’nul hadis. Hadis yang mengandung ‘illat dalam arti umum itu memang bukanlah hadis yang sanadnya tampak sahih.
‘illat yang disebutkan dalam salah satu unsur kaidah kesahihan sanad hadis ialah ‘illat yang untuk mengetahuinya diperlukan penelitian yang lebih cermat sebab hadis yang bersangkutan tanpak sanadnya berkualitas sahih. Cara menelitinya antara lain dengan menbanding-bandingkan semua sanadyang ada untuk matn yang isinya semakna. Ulam ahli kritik hadis mengakui bahwa penelitian ‘illat hadis yang disinggung oleh salah atu unsur kesahihan sanad hadis itu sulit dilakukan. 

Langkah-langkah penelitian MATAN HADITS
A. Meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
1. Meneliti matan sesudah sanad
Dilihat darisegi obyek penelitian matan dan sanad hadis memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan status kehujahan hadis. Dalam urutan kegiatan penelitian ulama’ hadis mendahulukan penelitian sanad atas penelitian matan.
Setiap matan harus bersanad
Langkah penelitian yang dilakukan oleh ulama hadis tersebut tidaklah berarti bahwa sanad  lebih penting daripada matn. Bagi ulama hadis, dua bagian riwayat  hadfs itu sama-sama pentingnya, hanya saja penelitian matan barulah mempunyai arti apabila sanad dari matan hadis yang bersangkutan telah jelas-jelas memenuhi syarat. Latarbelakang pentingnya penelitian hadis sebagaimana dikemukakan dalam bab kedua yang lalu memberi petunjuk bahwa setiap hadis memiliki sanad. Tanpa adanya sanad, pada suatu matan maka suatun matan tidak dapat dinyatakan sebagai berasal dari rasulullah.
2. kualitas matan tidak selalu sejalan dengan kualitas sanadnya
Menurut Ulama’ Hadits, suatu Hadits barulah dinyatakan berkualitas Sahih (dalam hal ini Sahih Rizatih) apabila sanad dan matan Hadits itu sama-sama berkualitas Sahih. Dengan demikian Hadits yang Sanadnya Sahih dan matannya tidak Sahih, atau sebaliknya, Sanadnya Da’if dan matannya Sahih, tidak dinyatakan sebagai Hadits Sahih.
3. Kaidah kesahihan matn sebagai acuan
Menurut ulama hadis suatu hadis barulah dinyatakan kualitasnya shahih (dalam hal ini shahih li zatih)  apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas shahih. Dengan demikian, hadis yang sanadnya shahih dan matannya tidak shahih atau sebaliknya sanadnya dhaif dan matannya shahih tidak dinyatakan sebagai hadis shahih
Hadis yang sanadnya sahih, tetapi matnnya doif 
Apabila dinyatakan bahwa kaidah kesahihan  sanad hadis mempunyai tinkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadis yang sanadnya sahih mestinya matnnya juga sahih. Hal itu terjadi sesungguhnya bukan disebabkan oleh kaidah kesahihan sanad yang kurang akurat, melainkan karena adanya faktor-faktor lain yang telah terjadi seperti :
a. Karena telah terjadi kaesalahan dalam melaksankan penelitian Matan
b. Karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian Sanad
c. Atau karena matn hadis yang bersanggkutan telah mengalami periwayatan
secara makna yang ternyata mengalami kesalah pahaman.
Kaidah kesahihan matn sebagai acuan
Unsur- unsur kaidah kesahihan matn 
Pada pembahasan terdahulu telah dikemukakan bahwa unsur -unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matn yang berkualitas sahih ada dua macam, yakni terhindar dari syuzuz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illat( cacat). Itu berhati bahwa untuk meneliti matn, maka kedua unsur tersebut  harus menjadi acuan utama. Apabila penelitian syuzuz dan ‘illat hadis pada penelitian sanad dinyatakan sebagai kegiatan yang sulit.maka demikian juga penelitian syuzuz dan ‘illat pada matn tidak mudah dilakukan.  

B. Meneliti susunan lafal matn yang semakna
a. terjadinya prbedaan lafal
Sebab terjadinya perbedaan lafal pada matn hadis yang sema’na adalah karena dalam periwayat hadis terjadi periwayatan secara makna (ar-riwayah bil-ma’na ). Menurut ulama hadis, perbedaan lafal yang tidak mengakibatkan pebedaan makna,asalkan sanadnya sama-sama shohih,maka hal itu tetap dapat ditoleransi.
Perbedaan lafal tidak hanya disebabkan oleh adanya periwayatan secara makna,tetapi juga ada kemungkinan karena periwayat hadits yang bersangkutan telah mengalami kesalahan. Kesalahan itu tidak hanya dialami oleh periwayat yang tidak tsiqoh saja tetapi juga ada kalanya dialami oleh periwayat yang tsiqoh.
Periwayat yang bersifat tsiqoh yang mengalami kekeliruan (keraguan) dalam meriwayatkan hadits biasanya member isyarat-isyarat tertentu terhadap riwayat yang diduga terdapat kekeliruan tersebut. 
b. Akibat terjadinya perbedaan lafal
Metode muqoronah
Tujuan metode ini adalah untuk upaya konfirmasi atas hasil penelitian yang telah ada saja,tetapi juga sebagai upaya lebih mencermati susunan matan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan keorisinilannya berasal dari rasulullah.
Ziyadah,idraj dan lain-lain
Ziyadah pada matan ialah tambahan lafal ataupun kalimat (pernyataan) yang terdapat pada matan,tambahan itu dikemukakan oleh periwayat tertentu,sedangkan periwayat tertentu lainnya tidak mengemukakannya. Untuk kepentingan penelitian matan,maka adanya tambahan kata-kataatau pernyataan dalam matan harus dilihat dari kepentingan upaya mencari petunjuk tentang dapat atau tidaknya tambahan itu dipertanggungjawabkan keorisinalannya berasal dari nabi,serta kedudukan petunjuknya dalam kehujjahan matan hadist yang bersangkutan. Yang menjadi pokok masalah bukan pengertian istilah ziyadah,melainkan ada atau tidaknya tambahan kata-kata atau pernyataan dalam matan yang sedang diteliti.
Idraj berarti memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat kedalam suatu matan hadist yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal dari nabi karena tidak adanya penjelasan  dalam matan hadist  itu. Dilihat dari pengertian istilahnya tersebut,idraj dan ziyadah memiliki kemiripan,yakni tambahan yang terdapat pada riwayat matan hadist. Bedanya idraj b erasl dari diri periwayat,sedangkan ziyadah(yang memenuhi syarat ) merupakan bagian tak terpisahkan dari matan hadist nabi.

C. Meneliti kandungan matn
1. Membandingkan kandungan matan yang sejalan ataub tidak bertentangan.
Apabila kandungan matan yang diperbandingkan ternyata sama, maka dapatlah dikatakan bahwa kegiatan penelitian telah berakhir. Tetapi dalam praktik,kegiatan biasanya masih perlu dilanjutkan,misalnya memeriksa penjelasan masing-masing matan diberbagai kitab syarah. Dengan mempelajari kitab syarah,akan dapat diketahui lebih jauh hal-hal penting yang berkaitan dengan matan yang diteliti,misalnya pengertian kosa kata,khususnya untuk kata-kata yang ghorib(asing),pendapat ulama’ dan hubungannya dengan dalil-dalil yang lain.
Apabila kandungan matan yang diteliti ternyata sejalan juga dengan dalil-dalil lain yang kuat,minimal tidak bertentangan,maka dapatlah dinyatakan bahwa kegiatan penelitian telah selesai. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya,yakni kandungan matan yang bersangkutan tampak bertentangan dengan matan atau dalil  lain yang kuat,maka kegiatan penelitian harus dilanjutkan.

2. Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak bertentangan.
Ada sejumlah hadist nabi yang tampak tidak sejalan dengan atau tampak bertentangan dengan hadist yang lain ataupun dengan ayat al-qur’an. Apabila demikian,maka pasti ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Dalam hal ini,peneliti dituntut untuk mampu menggunakan pendekatan-pendekatan yang sah dan tepat menurut yang dituntutoleh kandungan matan yang bersangkutan.


















BAB III
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah kita membaca pemaparan materi diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa langkah-langkah dalam metode penelitian Hadits. Dalam metode penelitian hadits, Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan  tahkhrijul hadits. Untuk mengetahui kitab kamus hadits yang dapat membantu bagi kegiatan tahkhrijul hadits dan sekaligus memahami cara penggunaan dari kamus itu perlu dibaca.
Langkah selanjutnya adalah meneliti Sanad Haditsnya, antara lain ;
a. Melakukan Al I’tibar
b. Segi-segi Periwayat yang diteliti
c. Sekitar AL-JARH WAT-TA’DIL
d. Persambungan  SANAD yang diteliti
e. Meneliti SYUZUZ dan ‘ILLAH
Kemudian langkah selanjutnya yaitu Langkah-langkah penelitian MATAN HADITS, antara lain ;
a. Meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
b. Meneliti susunan lafal matn yang semakna
c. Meneliti kandungan matn
Dan setelah kita melaksanakan semua langkah-langkah tersebut, maka kita akan mengetahui kebenaran status dari suatu hadits.


2. Saran
Kami berharap makalah ini dapt dimanfaatkan dengan sebagaimana mestinya dan semoga membantu dalam pengembangan pengetahuan para pembaca. Kemudian kritik dan sarannya yang membangun akan selalu kami terima dengan baik 




DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. Syuhudi. METODE PENELITIAN HADITS. Angkasa. Bandung. 1991

Muhammad Nuruddin M.Ag. ilmu Al_Jarh Wat Ta’dim. STAIN KUDUS. Kudus. 2009

Drs. Suryadi M.Ag. Metodologi Ilmu Rijalul Hadits. Madani Pustaka Hikmah. Yogyakarta. 2003

Abu Muhammad  Abdul Mahdi Bin Abdul Qadir Bin Abdul Hadi. Metode Tahrij Hadits. Dina Utama. Semarang. 1994

Prof. Dr, H. M. Syuhudi Ismail. Kaidah kesahihan sanad hadits. PT Bulan Bintang. Jakarta. 1995


No comments:

Post a Comment