BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pernikahan berasal
dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut
bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul aau bersatu. Menurut istilah
syara’, nikah itu berarti melakukan suat akad atau perjanjian untuk mengikatkan
diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi
terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT.
Nikah adalah fitrah
yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap
manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan
teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi
kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan
dikasihi, serta yang dapat bekerjasama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian,
dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Nikah termasuk perbuatan yang
telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunnah Rasul. Dalam hal ini
Rasulullah SAW bersabda: dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi SAW memuji
Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda : “Akan tetapi aku sholat, tidur,
berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka perbuatanku,
maka bukanlah dia dari golonganku”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
B.
Rumusan
Masalah
-
Apa
pengertian menikah menurut Islam ?
-
Apa
semua orang wajib untuk menikah ?
-
Apakah
nikah termasuk sunnah Rasul ?
-
Bagaimana
hukum nikah itu ?
-
Bagaimana
tata cara dalam pernikahan ?
-
Siapa
saja wanita yang haram untuk dinikahi ?
-
Apakah
perceraian dalam Islam itu diperbolehkan ?
-
Apa
saja hikmah dalam pernikahan itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Nikah
Nikah menurut bahasa adalah
bercampur atau berkumpul. Menurut istilah ialah aqad yang menimbulkan kebolehan
bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntunan naluri kemanusiaan dalam
kehidupan, dan menjadikan kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. [1]
B.
Kewajiban
Menikah
Menikah merupakan sesuatu yang
sakral. Allah swt telah menjadikan makhluk-Nya untuk berpasang-pasangan hendaklah
mereka segera menikah, agar terhindar dari hal-hal yang merugikan diantara
keduanya., agar mereka mengenal satu sama lain, salah satunya yakni dengan cara
menikah. Jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk menikah baik secara
materi maupun mental, maka orang tersebut diwajibkan untuk segera menikah,
·
Sebagaimana
sabda Rasulullah saw. :
عن عبدالله بن مسعود رضي الله تعا لى عنه قال : قال لنا رسول الله صلى
الله عليه وسلم . " يا معشر الشباب ,
من استطاع منكم الباءة فليتزوج,فانه اعض للبصر,واحصن للفرج,ومن لم يستطع
فعليه بالصوم,فانه له وجاء " متفق عليه.[2]
Artinya
: Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda kepada kami: “
wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu berkeluarga
maka hendaklah ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan, dan barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu.” (Muttafaqun ‘Alaihi ).
·
Takhrij
Hadis
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (5066) dan Imam Muslim (2/1019/1020).
·
`Kesimpulan
Hadist
Hadist
ini merupakan kewajiban bagi orang yang telah mampu untuk menikah baik secara
mental maupun materi, akan tetapi untuk yang belum mampu maka hendaklah ia
berpuasa (menunggu), karena dengan cara seperti itu dapat membuat dirinya
terbebas dari nafsu (dapat dikendalikan).
C.
Nikah
Merupakan Sunnah Rasul
Nikah merupakan suatu sunnah Rasul, sebagaiman sabda Nabi SAW :
وعن انس بن ما
لك رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم حمدالله و اثنى عليه,وقال : "
لكنى انا اصلى,وانام,واصوم,وافطر,واتزوج النساء,فمن رغب عن سنتى فليس منى"
متفق عليه.[3]
Artinya : Dari Anas bin Malik r.a., bahwa Nabi SAW telah memuji dan
menyanjung Allah dan Beliau bersabda : “
akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka dan menikahi wanita.
Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, ia tidak termasuk umatku.” )Muttafaqun ‘Alaihi)
-
Takhrij
Hadits : Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim Kitab Nikah, Hadits No.994 dalam kitab
Bulughul Maram).
-
Kesimpulan
hadits di atas adalah menikah merupakan sunnah Rasul, Rasulullah saw telah
mencontohkan kepada umatnya mengenai apa-apa yang berkaitan dengan sunnah yang
beliau contohkan, dan barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahnya maka ia tidak
termasuk ummatnya.
-
Asbabul
Wurud
Tiga
orang laki-laki datang ke rumah istri Rasulullah saw. untuk menanyakan masalah
ibadah beliau. Ketika diceritakan kepada mereka, mereka seakan-akan
bertanya-tanya. Lalu mereka berkata, “di mana posisi kami dibandingkan
Rasulullah ?padahal beliau telah diampuni segala dosa yang telah lampau. Maka
salah seorang diantara mereka berkata, “adapun saya akan sholat malam terus menerus”.
Orang kedua berkata, “ saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan
berbuka”. Orang ketiga berkata “ saya akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah”. Maka Rasulullah saw. datang
kepada mereka, lalu beliau bersabda, “ kalian berkata begini dan begitu. Demi
Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah, tetapi aku sholat dan tidur
…………………..”
D.
Hukum
Pernikahan
a.
Hukum
asal nikah adalah mubah
Menurut
sebagian besar ulama’, hukum asal nikah adalah mubah, apabila dilakukan tidak
mendapat pahal, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi
orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah,
wajib, makruh atau haram.
b.
Hukum
nikah yang sunnah
Sebagian
besar ulama’ berpendapat bahwa pada
prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa dalam berbagai
Al-Qur’an dan Hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar
dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi bukanlah amar yang berarti wajib
sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah atau bahkan
malah hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang mampu memberi
nafkah dan berkehendak untuk nikah.
c.
Hukum
nikah yang wajib
Nikah
menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama’ bahwa diberbagai ayat dan hadits
sebagaimana tesebut di atas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits
riwayat Ibnu Majah. Selanjutnya nikah itu wajib berdasarkan pada faktor dan
situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu maka nikah itu menjadi wajib.
Contoh
: jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh dalam
perbuatan zina, dalam kondisi seperti itu wajib nikah, sebab zina adalah
perbuatan keji dan buruk yang dilarang oleh Allah SWT.
d.
Hukum
nikah yang makruh
Hukum
nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah
mempunyai keinginan dan hasrat yang kuat, tetapi ia tidak memiliki bekal untuk
memberi nafkah beban tanggungannya.
e.
Hukum
nikah yang haram
Hukum
nikah menjadi haram apabila sesorang telah mempunyai kewajiban untuk menikah,
tetapi pernikahan itu dimaksudkan hanya untuk menyakiti sang perempuan yang
dinikahinya saja.
Allah
berfirman :
“
Dan nikahanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka
dengan kemampuan-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya), Maha Mengetahui.” (QS.
an-Nuur:32)
Berpijak
dari firman Allah tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa hukum menikah
itu dapat berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang mempengaruhinya. Dalam
hal ini setiap mukallaf hendaklah mengetahuinya, misalnya orang-orang yang
belum baligh, seorang pemabuk, atau sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi
seperti ini seseorang haram untuk menikah, sebab jika ia menikah dia
dikhawatirkan akan menimbulkan
kemadharatan yang lebih besar.
E.
Tata
Cara Dalam Pernikahan
Islam adalah agama yang syummul (universal). Agama yang mencakup
semua sisi kehidupan, tidak ada suatu masalah apapun yang tidak dijelaskan, dan
tidak ada suatu masalah pun yang tidak disentuh oleh nilai Islam, walaupun masalah
tersebut nampak kecil dan sepele. Termasuk tata cara pernikahan Islam yang
begitu agung nan penuh nuansa. Dan Islam mengajak untuk meninggalkan
tradisi-tradisi masa lalu yang penuh upacara-upacara dan adat istiadat yang
berkepanjangan dan melelahkan. Islam telah memberikan konsep yang jelas dan
tentang tata cara pernikahan yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun
tata cara tersebut adalah :
I.
Khitbah
(peminangan)
Seorang
muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaklah ia meminang terlebih
dahulu, karena dapat dimungkinkan ia sedang dalam pinangan orang lain. Dan
dalam khitbah disunnahkan melihat wajah orang yang akan dinikahinya.
II.
Aqad
Nikah
Dalam
aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a.
Adanya
suka sama suka dari kedua calon mempelai
b.
Adanya
ijab qabul
c.
Adanya
mahar
Mahar
dapat dibagi menjadi dua, mahar mitsil dan kontan . wajibnya mahar ada 3 :
-
Mahar
dikira-kirakan oleh suami
-
Mahar
dikira-kirakan oleh hakim
-
Memberi
mahar umum (apabila sesudah hubungan suami istri, sedikit dan banyaknya mahar
tidak disebutkan)
Dalam
pernikahan mahar hukumnya wajib, walaupun hanya dengan sebiji kurma,
sebagaimana sabda Rasulullah saw. :
وعن جابر بن عبدالله رضي الله عنهماان النبي صلي الله عليه وسلم قال
:من اعطي في صداق امرة سيقا,اوتمرا فقداستحل. اخرجهابو داود,واشار الي ترجيح وقفه.[4]
d.
Adanya
wali dan saksi
Aqad
nikah tidak akan sah apabilatidak ada seorang wali dan saksi, adapun syarat
menjadi wali dan saksi adalah :
-
Islam
-
Baligh
-
Berakal
-
Merdeka
-
Laki-laki
-
Adil
Lebih utama orang yang menjadi wali nikah secara urut adalah :
-
Bapak
-
Kakek
-
Saudara
laki-laki seayanh seibu
-
Saudara
laki-laki seayah
-
Anak
laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu
-
Anak
laki-lakinya saudara laki-laki seayah
-
Paman
-
Anak
laki-lakinya paman
-
Orang
yang memerdekakan budak
-
Ahli
warisnya orang yang memerdekakan budak
-
Hakim
(apabila tidak mempunyai wali)
III.
Walimah
Mengadakan
walimah hukumnya sunnah. Setelah melakukan aqad nikah hendaklah melakukan
walimah (resepsi) dengan tujuan agar orang lain mengetahui bahwa ia telah
menikah dan akan ikut mendo’akan pernikahannya itu agar menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah, warohmah yang doridhoi oleh Allah.
عن انس بن مالك رضي الله عنه ان النبي صلي الله عليه وسلم
راي علي عبدالرحمن بن عوف اثر صفرة فقال,
ما هذا ؟, قال :يا رسول الله, اني تزوجت امراة علي وزن نواة من ذهب. قال :فبارك
الله لك, اولم ولو بشاة. (متفق عليه). واللفظ لمسلم.[5]
Artinya: “dari Anas Ibnu Malik ra., bahwa Nabi saw
pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf, lalau beliau bersabda
: apa ini ?, ia berkata : wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi
seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas, beliau
bersabda : “ sesungguhnya Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun
hanya dengan seekor kambing. (HR. Muttafaqun ‘Alaihi) dan lafadznya menurut
Muslim.
Apabila
mengadakan walimah, hendaklah ia tidak hanya mengundang orang kaya saja
melainkan juga mengundang orang miskin, tetangga sekitar dan juga orang salih.
Mengadakan walimah tidak perlu secara mewah-mewahan dan meghamburkan harta yang
banyak, cukup sederhana saja.
F.
Larangan
Menikahi Wanita
Wanita yang haram dinikahi ynag tercantum dalam al-Qur’an ada 14,
yaitu :[6]
a.
Wanita
yang haram dinikahi sebab hubungan nasab, ada 7 :
1.
Ibu
2.
Anak
perempuannya
3.
Saudara
perempuannya
4.
Bibi
dari bapak
5.
Bibi
dari ibu
6.
Anak
perempuannya anak laki-laki
7.
Anak
perempuannya anak perempuan
b.
Wanita
haram dinikahi sebab susuan, ada 2 :
1.
Ibu
yang menyusuinya
2.
Saudara
perempuan tunggal susu
c.
Wanita
haram dinikahi sebab hubungan mertua, ada 4 :
1.
Ibunya
istri
2.
Anak
tiri
3.
Istrinya
bapak
4.
Istrinya
anak laki-laki
d.
Wanita
haram dinikahi dilihat dari segala arah, ada 1 :
1.
Saudara
perempuannya istri
G.
Khul’u
(perceraian dengan ganti rugi)
Khul’u (perceraian) dengan ganti rugi hukumnya boleh apabila ganti
ruginya sudah maklum dan suami tidak boleh kembali pada istrinya kecuali ada
pernikahan baru lagi. Menjatuhkan khul’u di waktu haid ataupun suci hukumnya
sama saja. Khul’u disebut juga dengan Thalaq. Thalaq dibagi menjadi 2:
1.
طلاق صريح(Thalak Shorih) Lafadl
ada 3:
1. طلاق (Cerai)
2. فراق (Pisah)
3. سراح (Lepas)
طلاق صريحTidak harus
disertai dengan niat.
2.
طلاق كناية(Thalak Kinayah)
Yaitu
semua ucapan yang maksud dan tujuannya untuk cerai dan harus disertai dengan
niat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم ,
ابعض الحلال الي الله الطلاق , رواه ابو دا ود وابن ماجه, وصححه الحاكم , ورجح ابو
حاتم ارساله.
Artinya
: Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : perbuatan halal
yang paling dibenci Allah adalah cerai. Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits Mursal.
Wanita
di dalam (طلاق) dibagi 2:
1.
Di
dalam (طلاق)nya hukumnya sunnah dan bid’ah yaitu orang
yang masih sering haid.
Yang
sunnah: Ketika menjatuhkan (طلاق)di
waktu suci dan tidak melakukan hubungan suami istri.
Yang
bid’ah: Ketika menjatuhkan (طلاق)
di waktu suci dan melakukan hubungan suami istri.
2.
Di
dalam (طلاق) tidak sunnah dan tidak bid’ah
Yaitu:
1.
Anak
Kecil (belum baligh)
2.
Orang
yang sangat tua (sudah tidak haid lagi)
3.
Orang
yang hamil
4.
Wanita
yang meminta خلع
Thalaq
tidak akan terjadi sebelum ada akad nikah, sebab dengan belum dimulainya aqad
nikah berarti belum ada ikatan apapun dalam hukum pernikahan yang sah, baik
secara hukum maupun syara’(agama).Orang yang (طلاق)
nya tidak sah ada 4:
1. Anak
kecil
2. Orang
gila
3. Orang
yang tidur
4. Orang
yang diancam atau dipaksa untuk cerai.
Apabila
suami menceraikan satu atau dua kali maka suami boleh kembali pada istrinya
sebelum masa iddahnya habis,apabila sudah habis suami masih boleh kembali pada
istrinya tetapi harus ada pernikahan baru lagi,dan apabila menceraikan istrinya
1.
Masa
iddahnya suami sudah habis.
2.
Mantan
istri sudah menikah dengan laki-laki lain.
3.
Mantan
istri sudah hubungan suami istri dengan suami barunya.
4.
Suami
barunya sudah menceraikan 3kali.
5.
Masa
iddahnya dengan suami yang baru sudah habis (محلل).
H.
Hikmah
Adanya Pernikahan
a.
Mampu
menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan,
b.
Mampu
menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat serta menahan pandangan dari suatu yang diharamkan,
c.
Mampu
menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan bercengkramah
dengan pacarnya,
d.
Mampu
membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan,
e.
Membuat
manusia mensyukuri atas nikmat yang diberikan Allah yaitu yang menjadikan
manusia berpasang-pasangan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Nikah menurut bahasa adalah bercampur atau berkumpul. Menurut
istilah ialah aqad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan
perempuan dalam tuntunan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan
kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Dalam Islam
pernikahan adalah suatu yang disunnahkan oleh Rasulullah, karena itu Allah
telah menjadikan manusia untuk berpasang-pasangan agar saling melengkapi satu
sama lain dan dapat memelihara keturunan mereka dari hubungan yang baik.
Sementara itu nikah juga mempunyai beberapa hukum ynag hukum ini dapat berubah
sesuai dengan kondisi yang ada, yaitu : mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram.
Di samping terdapat hukumnya, dalam pernikahan juga terdapat tata
cara yang perlu dilakukan sebelum melakukan ijab qabul, yakni khitbah
(meminang), aqad nikah, dan walimah (resepsi). Dalam mengadakan walimah
hendaklah cukup yang sederhana saja, yang penting orang yang diundang datang
untuk mengetahui bahwa ia sudah menikah dan akan mendo’akannya. dalam
pernikahan juga terdapat wanita yang dilarang untuk dinikahi yakni sebab
susuan, sebab hubungan nasab, sebab hubungan mertua. Terjadinya thalaq itu
setelah dilakukannya ijab qabul. Thalaq dibagi menjadi dua, yaitu thalaq shorih
dan thalaq kinayah. Melakukan pernikahan ada hikmah tersendiri yang didapatkan
antara kedua orang sepasang suami istri, yaitu : Mampu menjaga kelangsungan
hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan, Mampu menjaga
suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat serta
menahan pandangan dari suatu yang diharamkan, dan lain sebagainya.
2.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani,
Hadis Ahkam, Rajawali Pers, Jakarta;2012.
Syekh
Muhammad bin Qasim al-Ghuzi, Fathul Qarib, Pustaka ‘Alawiyah, Semarang;Tth.
Ibnu
Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Thoha Putera, Semarang;Tth.