Tuesday 29 April 2014

makalah tentang pernikahan


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul aau bersatu. Menurut istilah syara’, nikah itu berarti melakukan suat akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT.

Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerjasama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda : “Akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari     golonganku”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

B.     Rumusan Masalah

-          Apa pengertian menikah menurut Islam ?

-          Apa semua orang wajib untuk menikah ?

-          Apakah nikah termasuk sunnah Rasul ?

-          Bagaimana hukum nikah itu ?

-          Bagaimana tata cara dalam pernikahan ?

-          Siapa saja wanita yang haram untuk dinikahi ?

-          Apakah perceraian dalam Islam itu diperbolehkan ?

-          Apa saja hikmah dalam pernikahan itu ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Nikah

Nikah menurut bahasa adalah bercampur atau berkumpul. Menurut istilah ialah aqad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntunan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban. [1]

 

B.     Kewajiban Menikah

Menikah merupakan sesuatu yang sakral. Allah swt telah menjadikan makhluk-Nya untuk berpasang-pasangan hendaklah mereka segera menikah, agar terhindar dari hal-hal yang merugikan diantara keduanya., agar mereka mengenal satu sama lain, salah satunya yakni dengan cara menikah. Jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk menikah baik secara materi maupun mental, maka orang tersebut diwajibkan untuk segera menikah,

·                     Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

عن عبدالله بن مسعود رضي الله تعا لى عنه قال : قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم . " يا معشر الشباب ,  من استطاع منكم الباءة فليتزوج,فانه اعض للبصر,واحصن للفرج,ومن لم يستطع فعليه بالصوم,فانه له وجاء " متفق عليه.[2]

Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda kepada kami: “ wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu berkeluarga maka hendaklah ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” (Muttafaqun ‘Alaihi ).

·                Takhrij Hadis

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (5066) dan Imam Muslim (2/1019/1020).

·                `Kesimpulan Hadist

Hadist ini merupakan kewajiban bagi orang yang telah mampu untuk menikah baik secara mental maupun materi, akan tetapi untuk yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa (menunggu), karena dengan cara seperti itu dapat membuat dirinya terbebas dari nafsu (dapat dikendalikan).

 

C.     Nikah Merupakan Sunnah Rasul

Nikah merupakan suatu sunnah Rasul, sebagaiman sabda Nabi SAW :

وعن انس بن ما لك رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم حمدالله و اثنى عليه,وقال : " لكنى انا اصلى,وانام,واصوم,وافطر,واتزوج النساء,فمن رغب عن سنتى فليس منى" متفق عليه.[3]

Artinya : Dari Anas bin Malik r.a., bahwa Nabi SAW telah memuji dan menyanjung  Allah dan Beliau bersabda : “ akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka dan menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, ia tidak termasuk umatku.” )Muttafaqun ‘Alaihi)

-            Takhrij Hadits : Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim  Kitab Nikah, Hadits No.994 dalam kitab Bulughul Maram).

 

-            Kesimpulan hadits di atas adalah menikah merupakan sunnah Rasul, Rasulullah saw telah mencontohkan kepada umatnya mengenai apa-apa yang berkaitan dengan sunnah yang beliau contohkan, dan barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahnya maka ia tidak termasuk ummatnya.

 

-            Asbabul Wurud

Tiga orang laki-laki datang ke rumah istri Rasulullah saw. untuk menanyakan masalah ibadah beliau. Ketika diceritakan kepada mereka, mereka seakan-akan bertanya-tanya. Lalu mereka berkata, “di mana posisi kami dibandingkan Rasulullah ?padahal beliau telah diampuni segala dosa yang telah lampau. Maka salah seorang diantara mereka berkata, “adapun saya akan sholat malam terus menerus”. Orang kedua berkata, “ saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka”. Orang ketiga berkata “ saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah”. Maka Rasulullah saw.  datang kepada mereka, lalu beliau bersabda, “ kalian berkata begini dan begitu. Demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah, tetapi aku sholat dan tidur …………………..”

 

D.    Hukum Pernikahan

a.       Hukum asal nikah adalah mubah

Menurut sebagian besar ulama’, hukum asal nikah adalah mubah, apabila dilakukan tidak mendapat pahal, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.  Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.

b.      Hukum nikah yang sunnah

Sebagian besar ulama’ berpendapat bahwa  pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa dalam berbagai Al-Qur’an dan Hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah atau bahkan malah hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang mampu memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.

c.       Hukum nikah yang wajib

Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama’ bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tesebut di atas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah. Selanjutnya nikah itu wajib berdasarkan pada faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu maka nikah itu menjadi wajib.

Contoh : jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh dalam perbuatan zina, dalam kondisi seperti itu wajib nikah, sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang oleh Allah SWT.

d.      Hukum nikah yang makruh

Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan dan hasrat yang kuat, tetapi ia tidak memiliki bekal untuk memberi nafkah beban tanggungannya.

 

 

 

e.       Hukum nikah yang haram

Hukum nikah menjadi haram apabila sesorang telah mempunyai kewajiban untuk menikah, tetapi pernikahan itu dimaksudkan hanya untuk menyakiti sang perempuan yang dinikahinya saja.

Allah berfirman :

“ Dan nikahanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan kemampuan-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya), Maha Mengetahui.” (QS. an-Nuur:32)

Berpijak dari firman Allah tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa hukum menikah itu dapat berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang mempengaruhinya. Dalam hal ini setiap mukallaf hendaklah mengetahuinya, misalnya orang-orang yang belum baligh, seorang pemabuk, atau sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi seperti ini seseorang haram untuk menikah, sebab jika ia menikah dia dikhawatirkan  akan menimbulkan kemadharatan yang lebih besar.

 

E.     Tata Cara Dalam Pernikahan

Islam adalah agama yang syummul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan, tidak ada suatu masalah apapun yang tidak dijelaskan, dan tidak ada suatu masalah pun yang tidak disentuh oleh nilai Islam, walaupun masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Termasuk tata cara pernikahan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Dan Islam mengajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan. Islam telah memberikan konsep yang jelas dan tentang tata cara pernikahan yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun tata cara tersebut adalah :

 

 

 

 

I.                   Khitbah (peminangan)

Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaklah ia meminang terlebih dahulu, karena dapat dimungkinkan ia sedang dalam pinangan orang lain. Dan dalam khitbah disunnahkan melihat wajah orang yang akan dinikahinya.

 

II.                Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :

a.       Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai

b.      Adanya ijab qabul

c.       Adanya mahar

Mahar dapat dibagi menjadi dua, mahar mitsil dan kontan . wajibnya mahar ada 3 :

-          Mahar dikira-kirakan oleh suami

-          Mahar dikira-kirakan oleh hakim

-          Memberi mahar umum (apabila sesudah hubungan suami istri, sedikit dan banyaknya mahar tidak disebutkan)

Dalam pernikahan mahar hukumnya wajib, walaupun hanya dengan sebiji kurma, sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

وعن جابر بن عبدالله رضي الله عنهماان النبي صلي الله عليه وسلم قال :من اعطي في صداق امرة سيقا,اوتمرا فقداستحل. اخرجهابو داود,واشار الي ترجيح وقفه.[4]

d.      Adanya wali dan saksi

Aqad nikah tidak akan sah apabilatidak ada seorang wali dan saksi, adapun syarat menjadi wali dan saksi adalah :

-          Islam

-          Baligh

-          Berakal

-          Merdeka

-          Laki-laki

-          Adil

Lebih utama orang yang menjadi wali nikah secara urut adalah :

-          Bapak

-          Kakek

-          Saudara laki-laki seayanh seibu

-          Saudara laki-laki seayah

-          Anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu

-          Anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah

-          Paman

-          Anak laki-lakinya paman

-          Orang yang memerdekakan budak

-          Ahli warisnya orang yang memerdekakan budak

-          Hakim (apabila tidak mempunyai wali)

 

III.             Walimah

Mengadakan walimah hukumnya sunnah. Setelah melakukan aqad nikah hendaklah melakukan walimah (resepsi) dengan tujuan agar orang lain mengetahui bahwa ia telah menikah dan akan ikut mendo’akan pernikahannya itu agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah yang doridhoi oleh Allah.

عن انس بن مالك رضي الله عنه ان النبي صلي الله عليه وسلم  راي علي عبدالرحمن بن عوف اثر صفرة فقال, ما هذا ؟, قال :يا رسول الله, اني تزوجت امراة علي وزن نواة من ذهب. قال :فبارك الله لك, اولم ولو بشاة. (متفق عليه). واللفظ لمسلم.[5]

 Artinya: “dari Anas Ibnu Malik ra., bahwa Nabi saw pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf, lalau beliau bersabda : apa ini ?, ia berkata : wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin  senilai satu biji emas, beliau bersabda : “ sesungguhnya Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing. (HR. Muttafaqun ‘Alaihi) dan lafadznya menurut Muslim.

 

Apabila mengadakan walimah, hendaklah ia tidak hanya mengundang orang kaya saja melainkan juga mengundang orang miskin, tetangga sekitar dan juga orang salih. Mengadakan walimah tidak perlu secara mewah-mewahan dan meghamburkan harta yang banyak, cukup sederhana saja.

 

F.      Larangan Menikahi Wanita

Wanita yang haram dinikahi ynag tercantum dalam al-Qur’an ada 14, yaitu :[6]

a.       Wanita yang haram dinikahi sebab hubungan nasab, ada 7 :

1.      Ibu

2.      Anak perempuannya

3.      Saudara perempuannya

4.      Bibi dari bapak

5.      Bibi dari ibu

6.      Anak perempuannya anak laki-laki

7.      Anak perempuannya anak perempuan

b.      Wanita haram dinikahi sebab susuan, ada 2 :

1.      Ibu yang menyusuinya

2.      Saudara perempuan tunggal susu

c.       Wanita haram dinikahi sebab hubungan mertua, ada 4 :

1.      Ibunya istri

2.      Anak tiri

3.      Istrinya bapak  

4.      Istrinya anak laki-laki

d.      Wanita haram dinikahi dilihat dari segala arah, ada 1 :

1.      Saudara perempuannya istri

 

G.    Khul’u (perceraian dengan ganti rugi)

Khul’u (perceraian) dengan ganti rugi hukumnya boleh apabila ganti ruginya sudah maklum dan suami tidak boleh kembali pada istrinya kecuali ada pernikahan baru lagi. Menjatuhkan khul’u di waktu haid ataupun suci hukumnya sama saja. Khul’u disebut juga dengan Thalaq. Thalaq dibagi menjadi 2:

1.      طلاق صريح(Thalak Shorih) Lafadl ada 3:

1. طلاق (Cerai)

2. فراق (Pisah)

3. سراح (Lepas)

طلاق صريحTidak harus disertai dengan niat.

2.      طلاق كناية(Thalak Kinayah)

Yaitu semua ucapan yang maksud dan tujuannya untuk cerai dan harus disertai dengan niat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

 

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم , ابعض الحلال الي الله الطلاق , رواه ابو دا ود وابن ماجه, وصححه الحاكم , ورجح ابو حاتم ارساله.

Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda : perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai. Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits Mursal.

 

Wanita di dalam (طلاق) dibagi 2:

1.      Di dalam (طلاق)nya hukumnya sunnah dan bid’ah yaitu orang yang masih sering haid.

Yang sunnah: Ketika menjatuhkan (طلاق)di waktu suci dan tidak melakukan hubungan suami istri.

Yang bid’ah: Ketika menjatuhkan (طلاق) di waktu suci dan melakukan hubungan suami istri.

2.      Di dalam (طلاق) tidak sunnah dan tidak bid’ah

Yaitu:

1.                   Anak Kecil (belum baligh)

2.                   Orang yang sangat tua (sudah tidak haid lagi)

3.                   Orang yang hamil

4.                   Wanita yang meminta خلع

 

Thalaq tidak akan terjadi sebelum ada akad nikah, sebab dengan belum dimulainya aqad nikah berarti belum ada ikatan apapun dalam hukum pernikahan yang sah, baik secara hukum maupun syara’(agama).Orang yang (طلاق) nya tidak sah ada 4:

1. Anak kecil

2. Orang gila

3. Orang yang tidur

4. Orang yang diancam atau dipaksa untuk cerai.

 

Apabila suami menceraikan satu atau dua kali maka suami boleh kembali pada istrinya sebelum masa iddahnya habis,apabila sudah habis suami masih boleh kembali pada istrinya tetapi harus ada pernikahan baru lagi,dan apabila menceraikan istrinya  

 

1.      Masa iddahnya suami sudah habis.

2.      Mantan istri sudah menikah dengan laki-laki lain.

3.      Mantan istri sudah hubungan suami istri dengan suami barunya.

4.      Suami barunya sudah menceraikan 3kali.

5.      Masa iddahnya dengan suami yang baru sudah habis (محلل).

 

H.    Hikmah Adanya Pernikahan

a.       Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan,

b.      Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat serta menahan pandangan dari suatu yang diharamkan,

c.       Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan bercengkramah dengan pacarnya,

d.      Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan,

e.       Membuat manusia mensyukuri atas nikmat yang diberikan Allah yaitu yang menjadikan manusia berpasang-pasangan.

 

BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan

Nikah menurut bahasa adalah bercampur atau berkumpul. Menurut istilah ialah aqad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntunan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Dalam Islam pernikahan adalah suatu yang disunnahkan oleh Rasulullah, karena itu Allah telah menjadikan manusia untuk berpasang-pasangan agar saling melengkapi satu sama lain dan dapat memelihara keturunan mereka dari hubungan yang baik. Sementara itu nikah juga mempunyai beberapa hukum ynag hukum ini dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada, yaitu : mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram.

Di samping terdapat hukumnya, dalam pernikahan juga terdapat tata cara yang perlu dilakukan sebelum melakukan ijab qabul, yakni khitbah (meminang), aqad nikah, dan walimah (resepsi). Dalam mengadakan walimah hendaklah cukup yang sederhana saja, yang penting orang yang diundang datang untuk mengetahui bahwa ia sudah menikah dan akan mendo’akannya. dalam pernikahan juga terdapat wanita yang dilarang untuk dinikahi yakni sebab susuan, sebab hubungan nasab, sebab hubungan mertua. Terjadinya thalaq itu setelah dilakukannya ijab qabul. Thalaq dibagi menjadi dua, yaitu thalaq shorih dan thalaq kinayah. Melakukan pernikahan ada hikmah tersendiri yang didapatkan antara kedua orang sepasang suami istri, yaitu : Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan, Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat serta menahan pandangan dari suatu yang diharamkan, dan lain sebagainya.

2.      Saran

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kami minta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Mardani, Hadis Ahkam, Rajawali Pers, Jakarta;2012.

Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghuzi, Fathul Qarib, Pustaka ‘Alawiyah, Semarang;Tth.

Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Thoha Putera, Semarang;Tth.



[1] Mardani, Hadis Ahkam, Rajawali Pers, Jakarta;2012, hal 219.
[2] Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Thoha Putera, Semarang;Tth, hal 200.
[3] Ibid, hal 200.
[4] Ibid, hal 216.
[5] Ibid, hal 217.
[6] Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghuzi, Fathul Qarib, Pustaka ‘Alawiyah, Semarang;Tth, hal 45.

No comments:

Post a Comment