Thursday 11 September 2014

MAKALAH
ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH


Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Ahkam


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga hari ini atas kehendaknya  makalah ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa shalawat dan salam  kami haturkan pada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya keislaman, ketauhidan dan intelektualitas pada kami semua.
Ucapan terimah kasih kami ucapkan kepada segenap sahabat maupun teman-teman sekalian yang ikut berperan serta atas terselesainya makalah ini sebagai syarat tugas yang telah diberikan dosen kepada kelompok kami.
Permintaan maaf yang sebesar-besarnya kami ucapkan, apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan yang telah kelompok kami lakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja, karena kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wajalla.



Para Penyusun

Kelompok 4









BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bagi umat Islam membayar zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Karena zakat merupakan rukun Islam yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya seorang muslim.
Tujuan diaturnya hukum tersebut adalah untuk menjamin keselamatan manusia, baik jiwa, raga, akal, harta, agama dan lain sebagainya. Dan manusia wajib menjaga apa yang di berikan Allah kepada umatnya. Fasilitas tersebut sekaligus menjadi sarana dan prasarana kehidupan untuk manusia, yaitu segala yang ada di langit dan di bumi.
Sehingga Islam mengajarkan manusia untuk membayar zakat yang merupakan sudah kewajiban umat muslim maupun dengan cara infaq atau shodaqah dari sebagian hartanya karena harta manusia adalah mutlak milik Allah dan harta berstatus hanya titipan.
B. Rumusan Masalah             
1.       Apa  ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
2.      Apa  Munasabah ayat tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
3.      Bagaimana  Nuzulul Ayat tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
4.      Seperti apa Tafsiran ayat tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
5.      bagaimana analisis tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?








BAB II
PEMBAHASAN

A.   ZAKAT
1.    QS.  al-baqarah (2:267)
Dalam makalah ini akan dibahas ayat-ayat hukum tentang zakat, terutama ayat yang bertalian dengan perintah berzakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat, yaitu : (QS.  al-baqarah (2:267):
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.[1]

2.    Tafsir
(نفاقا-نفقا-يينفق-نفق) yang artinya berlalu, habis, laris, ramai. Kalimat nafaqa asy-syai’u yang artinya sesuatu itu habis, baik habis karena dijual, mati, atau karena dibelanjakan.
            Kalimat نفقا البيح نفق artinya dagangan itu habis karena laris terjual. Kata-kata  الإثم نفاق artinya habis (pahala) karena dosa. القوم نفق artinya kaum itu laris, ramai pasarnya, sehingga habis dagangannya. Kalimat قا نفو الدابة نفقت artinya binatang itu mati.  الدراهم نفقت artinya uang itu habis karena dibelanjakan ( digunakan ). Infaq yang berarti menghabiskan atau membelanjakan dapat berkenaan dengan harta atau lainnya, dan status hukumnya bisa wajib dan dapat pula sunnah (tathawwu’).[2]
M»t6ÍhŠsÛ        : terambil dari kata thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai), lawannya   adalah khabis yang berarti buruk dan dibenci (tidak disukai).
#qßJ£Jus?wur      :         artinya janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki.
#qàÒÏJøóè?     : artinya meremehkan, memicingkan mata. Kalimat  أغمض yang artinya si fulan meremehkan sebagian haknya. Diucapkan oleh orang arab terhadap orang yang memicingkan mata terhadap haknya tersebut. Perkataan حقه بحضض عن اغمض فلان (remehkan, picingkan matamu) kepada si penjual, artinya “janganlah kamu selidiki atau teliti seakan-akan kamu tidak melihat.”
ŠÏJym        : maha Terpuji; maksudnya berhak mendapat pujian atas segala nikmatnya yang besar.

3.    Asbabun Nuzul Ayat
            Diriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi SAW. memerintahkan umat Islam agar mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma, lalu datanglah seseorang membawa kurma berkualitas rendah. Maka, turunlah ayat tersebut (QS. Al-Baqarah :2:267). Menurut al Barra’, ayat ini turun berkenaan dengan kaum anshar. Ketika memetik (panen) kurma mereka mengeluarkan beberapa tandan kurma, baik yang sudah matang maupun yang belum matang, lalu digantung pada tambang diantara dua tiang masjid Nabi SAW yang diperuntukkan orang miskin dari kaum muhajirin. Syahdan, seorang laki-laki dengan sengaja mengeluarkan satu tandan kurma yang kualitasnya sangat buruk. Dia mengira bahwa hal itu dibolehkan dengan mengingat sudah cukup banyak tandanan kurma tergantung. Maka, berkenaan dengan orang tersebut turunlah ayat yang artinya : “...dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya...”. yakni, tandanan kurma bermutu sangat buruk yang seandainya diberikan kepadamu, kamu tidak mau menerimanya.
            Tidak ada perbedaan pendapat bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, yaitu bahwa seseorang datang membawa setandan kurma sangat buruk kualitasnya lalu digantungkan di tiang masjid untuk dimakan faqir miskin. Maka, turunlah ayat yang artinya : “...dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya...”.[3]
4.    Munasabah
a.         QS.At_Taubah: 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ   [4]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
b.        QS.Arrum: 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ  
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.[5]

5.    Analisa
Ibn al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan di atas, yaitu kekayaan yang keluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan jenis kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu. Kaum Muhajjir adalah petani kebun. Oleh karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut disebabkan adanya kebutuhah mereka untuk mengetahui status hukumnya. Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama (pokok). Sedangkan jenis kekayaan yang lain sudah termasuk di dalam atau timbul dari keduanya.
a)    Pengertian zakat
Zakat secara harfiah berarti tambah (al-ziyadah), berkembang, tumbuh (al-nuwuw), bersih (al-tazkiyah), dan suci (al-thaharah), ialah nama atau sebutan bagi sebagian harta tertentu yang dikeluarkan untuk orang-orang tertentu, menurut aturan dan dengan ukuran-ukuran yang tertentu pula.[6]
Sedangkan menurut istilah zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.[7]
 Kaitan antara makna secara bahasa dan  istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh dan berkembang.
b)   Macam-macam zakat
1.      Zakat badan, atau yang biasa ddikenal dengan zakat fitrah.
2.      Zakat mal
Harta-harta yang wajib diyakati itu ada 5 macam yaitu
a)      Binatang ternak  (Unta, sapi, kerbau dan kambing)
b)      Perhiasan (emas dan perak)
c)      Makanan Pokok
d)     Buah-buahan
e)      Harta niaga[8]
c)    Persyaratan harta yang wajib dizakatkan
a.       Al-milk at-tam yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu, seperti hasil korupsi, suap, atau perbuatan tercela lainnya, tidak syah dan tidak akan diterima zakatnya.
b.      An-namaa adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertaniaan, deposito mudharabah, usaha bersama, dan lain sebagainya.
c.       Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu . Misalnya, untuk hasil pertanian telah mencapai jumlah 653 Kg, emas atau perak telah senilai 85 gram, perdagangan telah mencapai 85 gram emas, peternakan sapi telah mencapai 30 ekor, dan sebagainya.
d.      Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.
e.       Telah mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan tetapi untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya. (lihat surat al-An’am:141).
                   






B.   INFAK
1.      Ayat Al-quran
QS:Al-Baqarah :2:245
`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟ÒãŠsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouŽÏWŸ2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)tƒ äÝ+Áö6tƒur ÏmøŠs9Î)ur šcqãèy_öè? ÇËÍÎÈ    
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT), Maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatganda yang banyak. dan Allah SWT  menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.
2.      Asbabun Nuzul
Ibnu Hibban (dalam shahihnya), Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya : ketika turun ayat “perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah SWT seperti butir biji...” (Al-Baqarah:2:261), Rasulullah SAW berdoa : “ya Allah, berilah tambahan kepada umatku.” Maka turunlah ayat :” Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
3.      Penafsiran
Apakah kamu belum tahu tentang orang-orang (dari bani israil yang banyak jumlahnya) yang meninggalkan kampung halaman mereka ketika musuh membunuh mereka? Mereka pergi dalam jumlah ribuan karena takut mati lantaran rasa pengecut, takut, lemah kemauan, tidak beriman kepada Allah SWT dan para Rasul-Nya, padahal jumlah mereka sangat besar. Al-Quran tidak menerangkan jumlah, bangsa, dan negeri mereka karena yang dikehendaki adalah pelajaran. Beberapa ulama’ salaf menyebutkan bahwa mereka adalah sekelompok bani israil  yang merupakan penduduk sebuah desa yang bernama dawardan, sebuah desa yang berjarak satu farsakh dari wasith (penduduk adzri’at). Mereka meninggalkan kampung halaman untuk menghindari wabah, namun mereka malah ditangkap oleh musuh, dibantai, dan dicerai-beraikan. Atau, Allah SWT mematikan mereka tanpa perang, kemudian Allah SWT menghidupkan mereka, supaya mereka sadar dan tahu bahwa manusia tidak bisa lari dari keputusan dan qadha’ Allah SWT. Karena kebinasaan berbagai umat disebabkan oleh 2 faktor : sikap pengecut, dan bakhil, Allah ta’ala mengiringi ayat terdahulu yang mengecam kepengecutan dan lari dari takdir Allah SWT dengan ayat yang menyeru untuk berinfaq,  ÞÚ̍ø)ãƒÏ%©!$#  #sŒ `¨B. Allah ta’ala mengungkapkan infaq dengan istilah qardh (pemberian utang) funa mengimbau hamba-hamba-Nya di jalan Allah SWT. Allah ta’ala mengulangi ayat ini di beberapa tempat di dalam Al-Qur’an. Milik Allah SWT sajalah kerajaan langit dan bumi, kekayaan langit dan bumi berada di tangan-Nya, allah SWT melapangkan dan menyempitkan rizki bagi siapapun yang dikehendaki, memperbanyak pahala secara berlipat ganda yang jumlahnya diketahui oleh Allah SWT contoh pelipatgandaan pahala terdapat salah satunya dalam firman Allah SWT QS:Al-baqarah:2:261.
Maka dari itu, berinfaqlah kamu karena Allahlah yang memberi rizki dan dalam pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal itu. Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
4.      Munasabah
QS: Al-Baqarah:2:261
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ  
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”.
5.      Analisa
a.       Pengertian infak
Infaq menuurut bahasa berasal dari kata infaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya, keterangan ini juga terdapat pada surat al-anfal:36.
Sedangkan menurut istilah , infaq berarti mengeluarkan sebagiaan dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit (surat Ali Imron: 134). Jika zakat harus diberikan pada mustahiq tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya (al-Baqarah: 215).
b.      Beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut, diantaranya: 
1.      Diharamkannya mengungkit-ungkit pemberian, dan menyakiti hati orang yang diberikan shadaqah kepadanya, yang mana hal ini dapat menghapuskan pahala shadaqah tersebut, ini di dasarkan.
2.      pada firman Allah ta’ala: (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”.
3.      Diharamkannya riya (ingin dilihat oleh orang) dalam beramal shaleh, ini di dasarkan pada firman Allahta’ala: (كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ)“Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia”. Termasuk dalam hal ini adalah Sum’ah (memperdengarkan atau memberitahukan amalan kepada orang lain), dan keduanya (riya dan sum’ah) dapat menghapus pahala ibadah.
4.      Bahwasanya tidak dianggap infaq kecuali dari harta yang dimiliki, ini di dasarkan kepada firman Allah ta’ala : (أَمْوَالَهُم)“Harta mereka” , oleh sebab itu jikalau seseorang menginfaqkan harta milik orang lain di jalan Allah, maka tidak akan diterima dan tidak mendapat pahala, kecuali dengan izin yang pemilikinya.
5.      Pada ayat ini dijelaskan pengaruh niat dalam menentukan diterimanya amal, ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ)“Mencari keridhaan Allah”. Pada ayat ini juga terkandung pelajaran bahwasanya ikhlas merupakan syarat diterimanya amal.
6.      Bahwasanya infaq tidak akan memberikan manfaat, kecuali sesuai dengan yang diperintahkan syariat, ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ)“Mencari keridhaan Allah” yaitu barangsiapa yang mengharapkan sesuatu maka ia akan menempuh suatu jalan yang menghantarkan ia kepadanya, dan tidak ada jalan yang menghantarkan kepada ridha Allah ta’ala kecuali yang sesuai dengan syari’atnya pada jumlah, jenis, dan sifat (tata cara), Allah ta’ala berfirman: (وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا) Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.(QR. Al-furqan: 67)
7.      Penetapan sifat ridha bagi Allah, ini berdasarkan firmanNya: (مَرْضَاتِ الله) : “keridhaan Allah”, yang mana sifat ini adalah merupakan sifat (dalam bentuk -red) perbuatan.
8.      Diayat 265 ini terdapat penjelasan bahwa keteguhan hati (keinginan yang ikhlas -red) pada amalnya, dan ketenangan jiwanya dalam melakukan amalan tersebut adalah merupakan sebab diterimanya amalan yang ia lakukan, ini berdasarkan firman Allah ta’ala:( وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ) “Untuk keteguhan jiwa mereka”. Maka tidaklah seseorang melakukan sebuah amalan dengan terpaksa kecuali padanya terdapat sifat kemunafikan, ini sebagaimana firman Allah ta’ala (وَلاَيُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ) : “dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah : 54)” 
9.      Bahwasanya pada ayat ini Allah memberikan penjelasan dengan menggunakan benda-benda nyata seperti orang yang menginfakan hartanya yang diiringi dengan mengungkit-ungkit pemberiannya dengan kebun yang ada pada ayat 266, beberapa permisalan lainnya. Ini lebih memudahkan seseorang dalam memahami apa tang di sampaikan.
10.  Bahwasanya Allah telah menjelaskan kepada para hambanya tentang tanda-tanda kekuasaannya yang syar’i dan tanda-tanda  kekuasaanNya dalam alam semesta ini, dan ini semua telah di jelaskan didalam kitabnya dengan sesempurna penjelasan.
11.  Anjuran untuk memikirkan (dari tanda-tanda kekuasaan Allah), dan inilah tujuan yang paling utama dalam ayat ini (لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ)“Supaya kamu memikirkannya”.
C.    SHADAQAH
1)      QS.At_Taubah: 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[9]

2)      Tafsir Ayat
Penafsiran dari ayat diatas adalah Yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fiisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

3)      Asbabun Nuzul
Ayat ini masih berhubungan langsung dengan ayat ke 58 yang Asbabun Nuzulnya :
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Said Al-Khudri r.a. yang menceritakan, bahwa ketika Rasulullah saw. sedang membagi-bagikan ganimah, tiba-tiba datanglah seseorang yang pinggangnya ramping/kecil, lalu orang itu berkata, "Berlaku adillah!" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah engkau ini, siapakah yang akan berlaku adil jika aku tidak berbuat adil?" Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu..." (Q.S. At-Taubah 58). Ibnu Abu Hatim juga mengetengahkan hadis yang sama melalui Jabir.
Dan begitupun ayat 59 dalam surat yang sama, yang pada dasarnya adalah pembelaan Allah SWT kepada Rasulullah SAW saat orang-orang Munafik yang bodoh mencela Rasulullah SAW akan pembagian zakat. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah SAW. Allah SWT membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
3.      Munasabah
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
4.      Analisa :
Sedekah sama artinya dengan  infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmaterial.
Hadis riwayat Imam Muslim Abu Dzar, Rasullullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami istri, dan melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.[10]




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.  Macam-macam zakat dibagi menjadi  2 yaitu zakat badan dan zakat mal.
Infaq berarti mengeluarkan sebagiaan dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempi.
Sedekah sama artinya dengan  infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmaterial.
Maka dari itu, jalankanlah kamu atas perintah Allah, karena Allahlah yang memberi rizki dan dalam pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal itu. Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
B.     SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan, saran dari kelompok kami adalah supaya makalah ini dapat mengacu dan kami juga mengharapkan saran  dari semua pihak untuk menjadikan makalah ini lebih baik, dan jangan menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya pedoman, karena makalah ini tidak labih sempurna dari buku-buku yang kami jadikan refrensi.




DAFTAR PUSTAKA
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah, Gema Insani Press, Jakarta;1998
Hasbiyallah, FIQH dan Usul Fiqih, Remaja Rosda Karya, Bandung;2013
Mardhani, Hadis Ahkam, Raja Grafindo Persada, Jakarta;2012
Mu’inudinillah Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009
Tholhah Ma’ruf dkk, Fiqh Ibadah Versi Ahlussunnah, Lembaga Ta’lif Wann Nasyir, Kediri;2008
Wahab Az-zuhaili. TAFSIR AL_MUNIR. Gema insani. Jakarta; 2013
Zainal Abidin dkk, FIQH madzhab syafii, pustaka setia, Bandung; 1999



[1] Mu’inudinillah Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009, hal.45 (lihat juga QS. 9: 58,60,103, QS.6:141,  QS.2:267,271, 43,83, 110, 177, 277,  QS.4:77,162,  QS.5:12,55, QS.9:5,11,18,58,60,71,  QS.19:31, QS.22:78,  QS.23:4,   QS.24:37, 56,  QS.27:3, QS:30:39)

[2] Muhammad Amin Suma, Tafsir Ahkam 1,  Logos Wacana Ilmu, Jakarta;1997, hal.52
[3] Ibid, hal.54
[4] Mu’inudinillah Bashri, Al Quran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009, hal.196
[5] Ibid, hal.408
[6] Ibid,hal.51
[7] Didin Hafidhuddin,Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah,Gema Insani Press,Jakarta;1998, hal.13
[8] Tholhah ma’ruf dkk, fiqh ibadah versi ahlussunnah, lembaga ta’lif wann nasyir, kediri,2008, hal.211
[9]Op.Cit, hal.196 (lihat juga pada QS. 9:103, QS. 2:3,195,262, QS. 8:3,4, QS. 3:134)
[10] Didin Hafidhuddin, op.cit, hal.15

No comments:

Post a Comment