MAKALAH
ZAKAT, INFAQ, DAN SHADAQAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Tafsir Ahkam
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga hari ini atas
kehendaknya makalah ini dapat
terselesaikan.
Tidak lupa shalawat dan salam kami haturkan pada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya keislaman, ketauhidan dan intelektualitas
pada kami semua.
Ucapan terimah kasih kami ucapkan kepada segenap
sahabat maupun teman-teman sekalian yang ikut berperan serta atas terselesainya
makalah ini sebagai syarat tugas yang telah diberikan dosen kepada kelompok
kami.
Permintaan maaf yang sebesar-besarnya kami ucapkan,
apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan yang telah kelompok kami lakukan
dengan sengaja maupun tidak sengaja, karena kesempurnaan hanya milik Allah Azza
Wajalla.
Para Penyusun
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi umat Islam membayar
zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Karena zakat merupakan
rukun Islam yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya seorang
muslim.
Tujuan diaturnya hukum
tersebut adalah untuk menjamin keselamatan manusia, baik jiwa, raga, akal,
harta, agama dan lain sebagainya. Dan manusia wajib menjaga apa yang di berikan
Allah kepada umatnya. Fasilitas tersebut sekaligus menjadi sarana dan prasarana
kehidupan untuk manusia, yaitu segala yang ada di langit dan di bumi.
Sehingga Islam mengajarkan
manusia untuk membayar zakat yang merupakan sudah kewajiban umat muslim maupun
dengan cara infaq atau shodaqah dari sebagian hartanya karena harta manusia
adalah mutlak milik Allah dan harta berstatus hanya titipan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa ayat
Al Qur’an yang menerangkan tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
2. Apa Munasabah ayat tentang Zakat, Infaq, dan
Shadaqah?
3. Bagaimana Nuzulul Ayat tentang Zakat, Infaq, dan
Shadaqah?
4. Seperti apa Tafsiran
ayat tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
5. bagaimana analisis
tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ZAKAT
1.
QS. al-baqarah (2:267)
Dalam
makalah ini akan dibahas ayat-ayat hukum tentang zakat, terutama ayat yang
bertalian dengan perintah berzakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat,
yaitu : (QS. al-baqarah (2:267):
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# (
wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4
(#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.[1]
2.
Tafsir
(نفاقا-نفقا-يينفق-نفق) yang artinya
berlalu, habis, laris, ramai. Kalimat nafaqa asy-syai’u yang artinya
sesuatu itu habis, baik habis karena dijual, mati, atau karena dibelanjakan.
Kalimat
نفقا
البيح نفق
artinya dagangan itu habis karena laris terjual. Kata-kata الإثم نفاق artinya habis
(pahala) karena dosa. القوم نفق artinya kaum itu laris, ramai pasarnya, sehingga habis dagangannya.
Kalimat قا نفو الدابة
نفقت artinya binatang itu mati. الدراهم نفقت artinya uang itu habis karena dibelanjakan (
digunakan ). Infaq yang berarti menghabiskan atau membelanjakan dapat berkenaan
dengan harta atau lainnya, dan status hukumnya bisa wajib dan dapat pula sunnah
(tathawwu’).[2]
M»t6ÍhsÛ : terambil dari kata
thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai), lawannya adalah khabis yang berarti buruk dan
dibenci (tidak disukai).
#qßJ£Jus?wur : artinya janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki.
#qàÒÏJøóè? : artinya meremehkan,
memicingkan mata. Kalimat أغمض
yang artinya si fulan meremehkan sebagian haknya. Diucapkan oleh
orang arab terhadap orang yang memicingkan mata terhadap haknya tersebut.
Perkataan حقه بحضض عن
اغمض فلان (remehkan, picingkan matamu) kepada si penjual, artinya “janganlah
kamu selidiki atau teliti seakan-akan kamu tidak melihat.”
ÏJym : maha Terpuji; maksudnya berhak mendapat pujian atas segala
nikmatnya yang besar.
3.
Asbabun Nuzul Ayat
Diriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi
SAW. memerintahkan umat Islam agar mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’
kurma, lalu datanglah seseorang membawa kurma berkualitas rendah. Maka,
turunlah ayat tersebut (QS. Al-Baqarah :2:267). Menurut al Barra’, ayat ini
turun berkenaan dengan kaum anshar. Ketika memetik (panen) kurma mereka
mengeluarkan beberapa tandan kurma, baik yang sudah matang maupun yang belum
matang, lalu digantung pada tambang diantara dua tiang masjid Nabi SAW yang
diperuntukkan orang miskin dari kaum muhajirin. Syahdan, seorang laki-laki
dengan sengaja mengeluarkan satu tandan kurma yang kualitasnya sangat buruk.
Dia mengira bahwa hal itu dibolehkan dengan mengingat sudah cukup banyak
tandanan kurma tergantung. Maka, berkenaan dengan orang tersebut turunlah ayat
yang artinya : “...dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu
nafkahkan daripadanya...”. yakni, tandanan kurma bermutu sangat buruk yang
seandainya diberikan kepadamu, kamu tidak mau menerimanya.
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa
ayat di atas turun berkenaan dengan peristiwa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
dan lainnya, yaitu bahwa seseorang datang membawa setandan kurma sangat buruk
kualitasnya lalu digantungkan di tiang masjid untuk dimakan faqir miskin. Maka,
turunlah ayat yang artinya : “...dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk
lalu kamu nafkahkan daripadanya...”.[3]
4.
Munasabah
a.
QS.At_Taubah: 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (
ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ [4]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
b.
QS.Arrum: 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# (
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan
agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”.[5]
5.
Analisa
Ibn
al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Allah hanya menyebutkan
secara khusus dua jenis kekayaan di atas, yaitu kekayaan yang keluar dari bumi
dan harta niaga, tanpa menyebutkan jenis kekayaan yang lain. Kemungkinan
pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya merupakan jenis kekayaan yang
umum dimiliki masyarakat pada saat itu. Kaum Muhajjir adalah petani kebun. Oleh
karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut disebabkan adanya kebutuhah mereka
untuk mengetahui status hukumnya. Kemungkinan kedua adalah karena keduanya
merupakan harta kekayaan yang utama (pokok). Sedangkan jenis kekayaan yang lain
sudah termasuk di dalam atau timbul dari keduanya.
a)
Pengertian zakat
Zakat secara
harfiah berarti tambah (al-ziyadah), berkembang, tumbuh (al-nuwuw), bersih
(al-tazkiyah), dan suci (al-thaharah), ialah nama atau sebutan bagi sebagian
harta tertentu yang dikeluarkan untuk orang-orang tertentu, menurut aturan dan
dengan ukuran-ukuran yang tertentu pula.[6]
Sedangkan
menurut istilah zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah
mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.[7]
Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa
setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah,
tumbuh dan berkembang.
b)
Macam-macam zakat
1.
Zakat badan,
atau yang biasa ddikenal dengan zakat fitrah.
2.
Zakat mal
Harta-harta yang wajib diyakati itu ada 5 macam yaitu
a)
Binatang ternak (Unta, sapi,
kerbau dan kambing)
b)
Perhiasan (emas dan perak)
c)
Makanan Pokok
d)
Buah-buahan
e)
Harta niaga[8]
c)
Persyaratan harta yang wajib dizakatkan
a.
Al-milk at-tam
yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang
didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan
untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu,
seperti hasil korupsi, suap, atau perbuatan tercela lainnya, tidak syah dan
tidak akan diterima zakatnya.
b.
An-namaa
adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk
berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertaniaan, deposito
mudharabah, usaha bersama, dan lain sebagainya.
c.
Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu .
Misalnya, untuk hasil pertanian telah mencapai jumlah 653 Kg, emas atau perak
telah senilai 85 gram, perdagangan telah mencapai 85 gram emas, peternakan sapi
telah mencapai 30 ekor, dan sebagainya.
d.
Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang
diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk
kelangsungan hidupnya.
e.
Telah mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu,
misalnya perdagangan. Akan tetapi untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat
memanennya. (lihat surat al-An’am:141).
B.
INFAK
1.
Ayat Al-quran
QS:Al-Baqarah
:2:245
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏè»Òãsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouÏW2 4
ª!$#ur âÙÎ6ø)t äÝ+Áö6tur Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT), Maka Allah akan melipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipatganda yang banyak. dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan”.
2.
Asbabun Nuzul
Ibnu Hibban (dalam
shahihnya), Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar,
katanya : ketika turun ayat “perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di
jalan Allah SWT seperti butir biji...” (Al-Baqarah:2:261), Rasulullah SAW
berdoa : “ya Allah, berilah tambahan kepada umatku.” Maka turunlah ayat :”
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan melipatgandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
3.
Penafsiran
Apakah
kamu belum tahu tentang orang-orang (dari bani israil yang banyak jumlahnya)
yang meninggalkan kampung halaman mereka ketika musuh membunuh mereka? Mereka
pergi dalam jumlah ribuan karena takut mati lantaran rasa pengecut, takut,
lemah kemauan, tidak beriman kepada Allah SWT dan para Rasul-Nya, padahal
jumlah mereka sangat besar. Al-Quran tidak menerangkan jumlah, bangsa, dan
negeri mereka karena yang dikehendaki adalah pelajaran. Beberapa ulama’ salaf
menyebutkan bahwa mereka adalah sekelompok bani israil yang merupakan penduduk sebuah desa yang
bernama dawardan, sebuah desa yang berjarak satu farsakh dari wasith (penduduk
adzri’at). Mereka meninggalkan kampung halaman untuk menghindari wabah, namun
mereka malah ditangkap oleh musuh, dibantai, dan dicerai-beraikan. Atau, Allah
SWT mematikan mereka tanpa perang, kemudian Allah SWT menghidupkan mereka, supaya
mereka sadar dan tahu bahwa manusia tidak bisa lari dari keputusan dan qadha’
Allah SWT. Karena kebinasaan berbagai umat disebabkan oleh 2 faktor : sikap
pengecut, dan bakhil, Allah ta’ala mengiringi ayat terdahulu yang mengecam
kepengecutan dan lari dari takdir Allah SWT dengan ayat yang menyeru untuk
berinfaq, ÞÚÌø)ãÏ%©!$# #s `¨B. Allah ta’ala mengungkapkan infaq dengan istilah qardh (pemberian
utang) funa mengimbau hamba-hamba-Nya di jalan Allah SWT. Allah ta’ala
mengulangi ayat ini di beberapa tempat di dalam Al-Qur’an. Milik Allah SWT
sajalah kerajaan langit dan bumi, kekayaan langit dan bumi berada di
tangan-Nya, allah SWT melapangkan dan menyempitkan rizki bagi siapapun yang
dikehendaki, memperbanyak pahala secara berlipat ganda yang jumlahnya diketahui
oleh Allah SWT contoh pelipatgandaan pahala terdapat salah satunya dalam firman
Allah SWT QS:Al-baqarah:2:261.
Maka
dari itu, berinfaqlah kamu karena Allahlah yang memberi rizki dan dalam
pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal itu.
Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya
kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
4.
Munasabah
QS:
Al-Baqarah:2:261
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3
ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o 3
ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ ÇËÏÊÈ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”.
5.
Analisa
a.
Pengertian infak
Infaq menuurut
bahasa berasal dari kata infaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan
orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya, keterangan ini juga terdapat pada
surat al-anfal:36.
Sedangkan
menurut istilah , infaq berarti mengeluarkan sebagiaan dari harta atau
pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran
islam. Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan
oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah,
apakah ia disaat lapang maupun sempit (surat Ali Imron: 134). Jika zakat harus
diberikan pada mustahiq tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada
siapapun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya
(al-Baqarah: 215).
b. Beberapa pelajaran
berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut, diantaranya:
1. Diharamkannya
mengungkit-ungkit pemberian, dan menyakiti hati orang yang diberikan shadaqah
kepadanya, yang mana hal ini dapat menghapuskan pahala shadaqah tersebut, ini
di dasarkan.
2. pada firman Allah ta’ala: (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima)”.
3. Diharamkannya riya
(ingin dilihat oleh orang) dalam beramal shaleh, ini di dasarkan pada firman
Allahta’ala: (كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ): “Seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia”. Termasuk
dalam hal ini adalah Sum’ah (memperdengarkan atau memberitahukan amalan kepada
orang lain), dan keduanya (riya dan sum’ah) dapat menghapus pahala ibadah.
4. Bahwasanya tidak
dianggap infaq kecuali dari harta yang dimiliki, ini di dasarkan kepada firman
Allah ta’ala : (أَمْوَالَهُم): “Harta mereka” , oleh sebab itu jikalau seseorang
menginfaqkan harta milik orang lain di jalan Allah, maka tidak akan diterima
dan tidak mendapat pahala, kecuali dengan izin yang pemilikinya.
5. Pada ayat ini
dijelaskan pengaruh niat dalam menentukan diterimanya amal, ini didasarkan pada
firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari
keridhaan Allah”. Pada ayat ini juga terkandung pelajaran bahwasanya ikhlas
merupakan syarat diterimanya amal.
6. Bahwasanya infaq tidak
akan memberikan manfaat, kecuali sesuai dengan yang diperintahkan syariat, ini
berdasarkan firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ
اللهِ): “Mencari keridhaan Allah” yaitu barangsiapa yang
mengharapkan sesuatu maka ia akan menempuh suatu jalan yang menghantarkan ia
kepadanya, dan tidak ada jalan yang menghantarkan kepada ridha Allah ta’ala kecuali
yang sesuai dengan syari’atnya pada jumlah, jenis, dan sifat (tata cara),
Allah ta’ala berfirman: (وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ
بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا)“ Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian”.(QR. Al-furqan: 67)
7. Penetapan sifat ridha
bagi Allah, ini berdasarkan firmanNya: (مَرْضَاتِ الله) : “keridhaan
Allah”, yang mana sifat ini adalah merupakan sifat (dalam bentuk -red)
perbuatan.
8. Diayat 265 ini terdapat
penjelasan bahwa keteguhan hati (keinginan yang ikhlas -red) pada amalnya, dan
ketenangan jiwanya dalam melakukan amalan tersebut adalah merupakan sebab
diterimanya amalan yang ia lakukan, ini berdasarkan firman Allah ta’ala:( وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ) “Untuk keteguhan jiwa
mereka”. Maka tidaklah
seseorang melakukan sebuah amalan dengan terpaksa kecuali padanya terdapat
sifat kemunafikan, ini sebagaimana firman Allah ta’ala (وَلاَيُنفِقُونَ إِلاَّ
وَهُمْ كَارِهُونَ) : “dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa
enggan. (QS. At-Taubah : 54)”
9. Bahwasanya pada ayat
ini Allah memberikan penjelasan dengan menggunakan benda-benda nyata seperti
orang yang menginfakan hartanya yang diiringi dengan mengungkit-ungkit
pemberiannya dengan kebun yang ada pada ayat 266, beberapa permisalan lainnya.
Ini lebih memudahkan seseorang dalam memahami apa tang di sampaikan.
10. Bahwasanya Allah telah
menjelaskan kepada para hambanya tentang tanda-tanda kekuasaannya yang syar’i
dan tanda-tanda kekuasaanNya dalam alam semesta ini, dan ini semua telah
di jelaskan didalam kitabnya dengan sesempurna penjelasan.
11. Anjuran untuk
memikirkan (dari tanda-tanda kekuasaan Allah), dan inilah tujuan yang paling
utama dalam ayat ini (لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ): “Supaya kamu
memikirkannya”.
C. SHADAQAH
1) QS.At_Taubah: 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (
ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[9]
2) Tafsir Ayat
Penafsiran dari
ayat diatas adalah Yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang
amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan
masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5.
memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh
orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang
berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan
zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu
untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada
yang berpendapat bahwa fiisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan
umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
3) Asbabun Nuzul:
Ayat ini masih
berhubungan langsung dengan ayat ke 58 yang Asbabun Nuzulnya :
Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Said Al-Khudri r.a. yang menceritakan,
bahwa ketika Rasulullah saw. sedang membagi-bagikan ganimah, tiba-tiba
datanglah seseorang yang pinggangnya ramping/kecil, lalu orang itu berkata,
"Berlaku adillah!" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah
engkau ini, siapakah yang akan berlaku adil jika aku tidak berbuat adil?"
Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Dan di antara mereka ada
orang yang mencelamu..." (Q.S. At-Taubah 58). Ibnu Abu Hatim juga
mengetengahkan hadis yang sama melalui Jabir.
Dan begitupun
ayat 59 dalam surat yang sama, yang pada dasarnya adalah pembelaan Allah SWT
kepada Rasulullah SAW saat orang-orang Munafik yang bodoh mencela Rasulullah
SAW akan pembagian zakat. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang
mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada
selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah SAW. Allah SWT membaginya hanya
untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
3.
Munasabah
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
4.
Analisa :
Sedekah sama
artinya dengan infak, termasuk juga
hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan
materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat
nonmaterial.
Hadis riwayat Imam
Muslim Abu Dzar, Rasullullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah
dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan
suami istri, dan melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Zakat adalah
nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang
diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Macam-macam zakat dibagi menjadi 2 yaitu zakat badan dan zakat mal.
Infaq berarti
mengeluarkan sebagiaan dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nisabnya, infak
tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik
yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempi.
Sedekah sama
artinya dengan infak, termasuk juga
hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan
materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat
nonmaterial.
Maka dari itu,
jalankanlah kamu atas perintah Allah, karena Allahlah yang memberi rizki dan
dalam pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal itu.
Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya
kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
B.
SARAN
Demikianlah
makalah yang dapat kami uraikan, saran dari kelompok kami adalah supaya makalah
ini dapat mengacu dan kami juga mengharapkan saran dari semua pihak untuk menjadikan makalah ini
lebih baik, dan jangan menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya pedoman,
karena makalah ini tidak labih sempurna dari buku-buku yang kami jadikan
refrensi.
DAFTAR
PUSTAKA
Didin Hafidhuddin, Panduan
Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah, Gema Insani Press, Jakarta;1998
Hasbiyallah, FIQH dan Usul Fiqih,
Remaja Rosda Karya, Bandung;2013
Mardhani, Hadis Ahkam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta;2012
Mu’inudinillah Bashri, Alquran
Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009
Tholhah Ma’ruf dkk, Fiqh Ibadah
Versi Ahlussunnah, Lembaga Ta’lif Wann Nasyir, Kediri;2008
Wahab Az-zuhaili. TAFSIR AL_MUNIR.
Gema insani. Jakarta; 2013
Zainal Abidin dkk, FIQH madzhab
syafii, pustaka setia, Bandung; 1999
[1] Mu’inudinillah
Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009, hal.45 (lihat juga
QS. 9: 58,60,103, QS.6:141,
QS.2:267,271, 43,83, 110, 177, 277,
QS.4:77,162, QS.5:12,55,
QS.9:5,11,18,58,60,71, QS.19:31,
QS.22:78, QS.23:4, QS.24:37, 56, QS.27:3, QS:30:39)
[2] Muhammad Amin
Suma, Tafsir Ahkam 1, Logos Wacana Ilmu,
Jakarta;1997, hal.52
[3] Ibid,
hal.54
[5] Ibid,
hal.408
[6] Ibid,hal.51
[7] Didin
Hafidhuddin,Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah,Gema Insani
Press,Jakarta;1998, hal.13
[8] Tholhah ma’ruf
dkk, fiqh ibadah versi ahlussunnah, lembaga ta’lif wann nasyir, kediri,2008,
hal.211
[10] Didin
Hafidhuddin, op.cit, hal.15
No comments:
Post a Comment